TIDAK seperti biasanya, usai buka puasa bersama di warteg langganan, mas Bro, lebih banyak diam dan mendengarkan obrolan sohibnya, Heri dan Yudi.
Hingga acara buka puasa berakhir, tak satu pun komentar dilontarkan untuk merespons obrolan.
“Tumben Bro, kamu nggak banyak omong. Biasanya rajin komen, apalagi kalau sudah menyangkut urusan politik,” kata Heri.
“Lagi puasa,” jawab mas Bro singkat.
“Loh kita kan barusan buka puasa bersama. Sudah membatalkan puasa dengan makan dan minum, terus sekarang puasa apaan malam hari gini,” kata Heri.
“Lagi kesambet ( terganggu) kali, sudah buka puasa bilangnya lagi puasa ,” tambah Yudi.
“Kalian nggak paham juga. Puasa lisan nggak kenal siang dan malam. Nggak kenal buka dan tutup juga. Puasa lisan harus tetap dijaga, nggak boleh batal.” kata mas Bro.
Kedua sohibnya baru ngeh, bahwa yang dimaksud “puasa lisan” versi mas Bro adalah menjaga lisan ( ucapan). Menjaga ucapan yang baik, harus dilakukan kapan saja, di mana saja.Tak kenal waktu siang dan malam.Tidak pula mengenal tempat.
“Kalian pasti sudah paham bahwa puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga sejak Subuh hingga Magrib. Puasa juga menjaga lisannya agar tidak bertutur kata buruk yang dapat menyinggung dan menyakiti orang lain,” kata mas Bro.
“Kalau itu kami setuju Bro, lanjutkan,” pinta Heri.
Ada yang mengatakan, lidah ( ucapan) bagaikan binatang buas. Jika tidak mampu mengendalikannya akan memangsa banyak orang.
Gunakan lidah dengan lembut untuk berbicara yang baik - baik. Untuk kebaikan orang lain, bukan kebaikan diri sendiri. Bukan untuk kebenaran diri sendiri. Bukan juga untuk menutupi kelemahan diri sendiri dengan mencari–cari kesalahan orang lain. Misalnya adanya ungkapan, posisinya menjadi lemah dalam kompetisi karena ada pihak yang membuatnya menjadi lemah. Dirinya gagal, karena ada pihak yang menjegal.
“Itu sih cari–cari alasan. Sepertinya ada juga elite sering berkata begitu ,” celetuk Yudi.
“Jaga lisan untuk tidak menuduh seseorang,” kata Heri.
“Lebih baik bicara ada adanya, ketimbang menutupi keburukan demi pencitraan,” kata Yudi. (Joko Lestari).