Mengenal Gejala Skizofrenia, Penyebab Ibu di Bekasi Nekat Tikam Anak Kandung

Senin 11 Mar 2024, 10:39 WIB
Mengenal lebih dalam gejala skizofrenia, bantu obati dan jangan sampai diskriminasi. (Foto: Freepik)

Mengenal lebih dalam gejala skizofrenia, bantu obati dan jangan sampai diskriminasi. (Foto: Freepik)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Salah satu penyakit di Indonesia saat ini yang sedang booming yaitu skizofrenia. Permasalahan ini harus segera dibenahi, baik dari segi medis maupun sosial. 

Gejala skizofrenia juga disebut jadi faktor penyebab ibu di Bekasi Utara tega menikam anak kandungnya yang sedang tertidur hingga puluhan kali.

Sang ibu bahkan sempat tertawa saat diperiksa polisi dan mengaku mendengar bisikan gaib.

Sebelum terlambat saat penanganan, dalam segi medis ini pelayanan kesehatan penyakit skizofrenia masih terbilang minim. Ditambah lagi, ranah sosial, dimana seseorang yang mengidap penyakit ini sering mendapat stigma negatif hingga diskriminasi.

Untuk menyikapi hal ini, kita perlu memahami lebih dalam persoalan skizofrenia. Setidaknya gejala tersebut. Sebelum stigma dan diskriminasi terhadap penderita skizofrenia menyebabkan mereka jadi sasaran kekerasan psikologis dan fisik di luar sana.

Gejala yang dialami orang pengidap skizofrenia dari tingkat keparahannya bervariasi, American Psychiatric Association menulis, saat penyakit ini kambuh, pasien tidak dapat membedakan antara pengalaman nyata dan tidak nyata.

Lebih dalam lagi, gejala lainnya seperti psikotik positif. Seperti halusinasi, seolah-olah mendengar suara, delusi paranoid dan persepsi, keyakinan dan perilaku yang berlebihan atau terdistorsi.

Berikutnya, gejala negatif yaitu penuruan kemampuan bicara, merencanakan, mengekspresikan emosi, atau menemukan kesenangan. Kemudian, gejala disorganisasi, mulai kacau berpikir dan berbicara, kadang perilakunya aneh atau gerakan abnormal.

Terakhir, gangguan kognisi, yang bermasalah dengan konsentrasi dan memori. Spesialis kesehatan jiwa mengatakan bahwa penderita skizofrenia berpeluang tak perlu mengonsumsi obat dalam jangka waktu panjang.

Selain obat, penderita ini juga membutuhkan terapi psikososial misalnya seperti pemberian bekal keterampilan guna pengidap siap kembali terjun ke lingkungan sosial.

Mirisnya, jika masyarakat awam yang tidak paham dengan penyakit ini dan ditambah lagi dengan kondisi keuangan yang terbilang rendah, membuatnya tak mampu untuk membawa ke rumah sakit untuk segera ditangani.

News Update