JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Beberapa tahun terakhir ini, pinjaman online (pinjol) menjadi sebuah alternatif populer bagi masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman dengan mudah dan cepat karena berbeda dari layanan konvensional.
Ya, walaupun bisa mendapatkan uang dalam waktu singkat, pinjaman online juga mengakibatkan resiko, terutama untuk para debitur dengan potensi gagal bayar.
Guna menghindari resiko itu, penting bagi masyarakat untuk menggunakan produk pinjaman online dengan cermat.
Dengan semestinya, pinjaman online legal tersebut memang harus di bayar. Karena, hal ini berkaitan dengan kewajiban debitur untuk melunasi utangnya kepada kreditur. Secara umum, utang piutang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata.
Pengguna pinjaman online harus memastikan bahwa cicilan bulanan tidak melebihi batas 30% dari gaji mereka. Sebab, suku bunga yang cenderung lebih tinggi dan tenor cicilan yang lebih singkat pada pinjol dapat menjadi beban finansial.
Kemudian, sangat penting bagi debitur untuk mengelolanya dengan tanggung jawab agar tidak terjebak dalam utang yang tidak bisa terkendali.
Tetapi, bagi yang sudah terlanjur mengambil pinjol dan masih menunda pembayaran, harus tahu resikonya apa saja.
Sebelum lanjut, ketahui dahulu perbedaan kreditur dan debitur sebelum gagal paham.
Bisa dikatakan, bahwa kreditur merupakan pihak dengan hak piutang karena perjanjian atau perundang-undangan, dan dapat menagih hak tersebut di pengadilan.
Berbeda dengan debitur, dimana seseorang atau badan usaha yang berhutang atau menerima kredit hingga pinjaman dari lembaga pembiayaan seperti bank maupun lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang tertentu.
Lantas, resiko hukum pinjol tidak dibayar bagaimana?