ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam merespons aspirasi publik hendaknya tidak melihat siapa yang menyampaikan saran, tetapi lihat isi pesan yang disampaikan.
Ini hendaknya berlaku kepada semua orang, lebih-lebih elite politik dan kalangan pejabat. Jika ingin menjadi pejabat yang merakyat.
“ Namun fakta sulit terbantahkan, ada kecenderungan, dari sementara orang, lebih tertarik kepada siapa yang mengirim pesan, ketimbang mencermati isi pesan yang disampaikan,” kata Heri membuka obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Sementara orang itu termasuk teman kita juga ya?,” ujar Yudi.
“Sesama teman nggak boleh saling sindir, lebih baik terus terang memberi saran. Sindiran yang tepat waktu dan sasaran, bisa mendatangkan perselisihan,” kata Heri.
“Saya nggak tersinggung kok, memang begitu adanya. Saya lebih cepat merespons isi pesan dari istri atau anak, tentu lebih urgen, ketimbang postingan yang kadang abal – abal di media sosial,” jelas mas Bro.
“Nah nggak salah kan?,” kata Yudi.
“Tetapi dalam konteks menyerap aspirasi rakyat, seorang pejabat jangan melulu melihat siapa yang memberi saran dan masukan. Jangan karena yang memberi saran orang penting, langsung ditindaklanjuti. Giliran rakyat kecil, tidak punya
kuasa, diabaikan begitu saja,” timpa mas Bro.
“Itu namanya diskriminasi dalam merespons aspirasi. Padahal aspirasi rakyat nyata adanya, misalnya lampu PJU yang padam, jalanan rusak, genangan air dan masih banyak lagi seperti “Aspirasi Warga” di kolom poskota,” kata Heri.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT