Polda Metro Jaya Periksa 15 Saksi Kasus Dugaan Pelecehan Rektor Universitas Pancasila Nonaktif, ETH

Selasa 05 Mar 2024, 19:17 WIB
Foto: Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam. (Pandi)

Foto: Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam. (Pandi)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID -  Polda Metro Jaya masih mengusut dua laporan berbeda soal kasus dugaan pelecehan seksual dilakukan oleh terlapor Rektor Universitas Pancasila (UP) nonaktif Edie Toet Hendratno (ETH).

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, ada dua laporan berbeda terhadap terlapor ETH.

"Iya (berkas terpisah), ada 2 LP (laporan polisi)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).

Mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan ini mengungkapkan, pelapor pertama dengan korban wanita RZ ke Polda Metro Jaya. Laporan kedua wanita DF di Bareskrim Polri, keduanya kini diambil alih Polda Metro Jaya.

"Sampai saat ini tim sudah memeriksa 15 saksi sudah diperiksa dalam kasus ini. Termasuk kedua korban juga sudah diperiksa polisi," ungkapnya.

Perwira menengah (Pamen) jebolan Taruna Akpol 1998 ini menambahkan, untuk pelapor korban RZ sudah ada 9 saksi diperiksa, lalu kemudian ditambah 7 saksi dari pihak terlapor.

"Untuk yang laporan DF, itu total ada 6 yang dilakukan pemeriksaan, pelapor atau korban, terlapor, dan 4 saksi," tambahnya.

Ade Ary menambahkan pihak kepolisian juga berkoordinasi dengan pemangku kebijakan lain (stakeholder) terkait dalam penanganan kasus ini. Kedua korban segera dilakukan pemeriksaan psikologis dan psikiatrikum.

"Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak itu pemeriksaan psikologis, kemudian ke dokter Polri itu untuk pemeriksaan psikiatrikum," tutupnya.

Sebelumnya, mantan Rektor Universitas Indonesia (UP) Prof.Edie Toet Hendratno alias ETH memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan.

Pantauan Poskota, Prof ETH didampingi kuasa hukum Faizal Hafied mendatangi gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya sekitar pukul 10.00 WIB, untuk memenuhi panggilan penyidik, dalam rangka pemeriksaan laporan korban pelecehan seksual.

Sekitar pukul 13.00 WIB, Prof ETH keluar dari gedung dan langsung menemui para wartawan, yang sudah menunggu lama di luar.

"Pertama, hari ini tidak menanggapi hasil soal pemeriksaan, tapi mau mengucapkan rasa terima kasih dulu karena anda (wartawan-red) menunggu lama. Alhamdulillah tadi wawancara berjalan dengan lancar," ujar ETH, didampingi kuasa hukum di gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024) siang.

Prof ETH menuturkan proses hukum memang seperti ini, jadi tidak ada yang luar biasa. 

"Saya senang karena bisa mengungkapkan yang sebenarnya. Tapi selanjutnya karena kami punya penasehat hukum biar beliau yang cerita," tukasnya.

Terpisah, kuasa hukum Prof ETH, Faizal Hafied mengatakan, pada hari ini tidak akan membicarakan soal materi pertanyaan dan kualifikasi klien ke penyidik.

"Yang kita sampaikan sekarang beliau rektor berprestasi dan diakui, sehingga kami yakin bahwa tidak akan ada LP yang dilayangkan apabila tidak ada proses pemilihan rektor. Jadi ini kental sekali politisasi pada saat bersamaan dengan pemilihan rektor, karena satu sisi beliau ini kandidat yang akan bakal dicalonkan kembali," ujar Faizal.

Dikatakan Faizal, laporan tersebut dianggap mendiskreditkan kliennya, lantaran bertepatan dengan rencana penyelenggaraan pemilihan rektor pada Maret mendatang.

"Hal ini menjadi pembunuhan karakter bagi klien kami. Seharusnya klien kami ini, dengan prestasinya luar biasa, masih bisa melanjutkan untuk proses selanjutnya (pemilihan rektor), tapi ada laporan-laporan yang  waktu sudah sangat lama, bahkan nasib kerja di UP sendiri, yang menyebabkan banyak tersebar berita-berita yang kurang tepat dan pas beberapa hari belakangan ini," tuturnya.

Sekaligus Faizal mengklarifikasi bahwa bahwa semua informasi yang beredar itu adalah berita yang tidak tepat dan akurat. Berita yang menyesatkan dan merupakan pembunuhan karakter kliennya.

"Dimana diketahui beliau ini merupakan rektor berprestasi, sangat baik, dan akan disiapkan terus melanjutkan kepemimpinannya di Universitas Pancasila, melaksanakan hal-hal baik, namun karena ada proses pemilihan ini, ada laporan-laporan terhadap beliau yang ingin disampaikan," bebernya.

Dengan demikian, bagi pelapor agar bisa sadar, karena sudah lama kejadiannya, dan jangan sampai menjadi proses yang sangat politis, berkaitan dengan pemilihan rektor.

"Jika Seandai tidak ada pemilihan rektor pada Maret ini, maka diyakini tidak ada laporan polisi terhadap klien kami," tutupnya.

Yang jelas, dikatakan Faizal bahwa apa yang menimpa kliennya itu hanya sebuah politisasi pemilihan rektor yang hanya bersifat asumsi pribadi tanpa bukti.

"Jadi penegasan kami ini berupa politisasi mendekati pemilihan rektor. Artinya kejadian ini dituduhkan bahwa kejelasan  keterangan dan sebagai macamnya bahwa itu hanya asumsi orang-orang  pribadi, tidak ada bukti sama sekali." ungkapnya. (Angga)

Berita Terkait

News Update