Miris, Negara Agraris Beras Tiris

Senin 26 Feb 2024, 06:10 WIB
Ilustrasi beras. (Foto: Poskota/Ahmad Tri Hawaari)

Ilustrasi beras. (Foto: Poskota/Ahmad Tri Hawaari)

Di zaman pemerintahan ''Kabinet Indonesia Maju'' Presiden Jokowi bisa dibilang paling parah terkait terjadinya kelangkaan beras. Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

Kenapa Indonesia dikenal sebagai sebagai negara agraris? Ya, karena penduduknya mayoritas bekerja sebagai petani, terutama di kawasan pedesaan. Pun kontribusinya terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sangat besar.

Tapi kenapa bahan pangan, seperti beras sangat langka? Apa yang salah dengan sistem pertanian di Tanah Air yang kita cintai ini. Presiden Jokowi baru-baru ini 'membela' diri.

Alasannya, kelangkaan beras yang berimbas meroketnya makanan pokok itu lantaran perubahan iklim. Sehingga menyebabkan sejumlah wilayah mengalami gagal panen. Masih kata Jokowi, kondisi ini hampir terjadi seluruh negara di dunia.

Sejumlah pengamat menilai, pernyataan Jokowi tak sepenuhnya benar. Karena di negara lain seperti Thailand dan Vietnam tetap lancar produksi beras alias tidak kekurangan beras.

Masalah beras langka, beras mahal, memang masalah yang kerap berulang setiap tahun. Selalu saja alam yang disalahkan. Padahal, jika pemerintah memang mau serius membenahi produksi beras adalah sangat mudah.

Di era zaman yang sudah canggih seperti sekarang ini semua hal bisa dibuat mudah. Terutama masalah beras. Paling tidak Indonesia tidak kekurangan beras seperti saat ini.

Kebijakan pemerintah harus diperbaiki. Contohnya seperti negara Jepang. Negara yang dijuluki ''Matahari Terbit'' itu dalam hal pertanian sejak lama menggunakan teknologi canggih. Salah satunya adalah budidaya hidropronik menggunakan metode canggih.

Di Jepang, menggunakan mesin penanam padi otomatis. Sementara di Indonesia masih menggunakan tenaga manusia. Mesin tersebut bernama rice tranplanter, sehingga penanaman bibit padi bisa dilakukan secara serentak. Bibit dalam satu ton bisa ditanam dalam waktu hanya 4 jam saja. Artinya sangat efektif dan efisien.

Selain di Jepang, mesin tersebut juga digunakan oleh negara Cina dan Taiwan. Sementara di Indonesia masih menggunakan tenaga manusia. Dalam mengatasi kelangkaan beras, Indonesia lebih senang membuka keran impor. Impor bisa dikatakan jurus jitu untuk menyelamatkan kelangkaan dan mahalnya beras di Tanah Air.

Tahun terus berganti, impor pun jalan terus. Indonesia seperti ketagihan dengan impor. Sebenarnya di Indonesia itu tak kekurangan ahli pertanian yang jenius. Artinya, jika pemerintah mendengarkan masukan para ahli pertanian mungkin tak akan mengalami kelangkaan beras seperti saat ini.

Dan, juga perlu diingat soal beras jangan dipolitisasi. Koordinator Koalisi Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah menilai, faktor lain kenaikan harga beras karena kebijakan pemerintah yang jor-joran menggelontorkan bansos saat masa kampanye pemilu kemarin.

Pendapat tersebut tak sepenuhnya salah. Saat ini, pertanyaannya maukah pemerintah serius untuk membenahi masalah beras? Tentu saja ini akan menjadi PR dan keseriusan presiden terpilih periode 2024-2029 nanti untuk membenahi persoalan beras. (*)

Berita Terkait

News Update