ADVERTISEMENT

Opini: Politik Etis

Kamis, 1 Februari 2024 08:02 WIB

Share
Ilustrasi politik. Foto: Istock
Ilustrasi politik. Foto: Istock

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Etika politik belakangan acap dikupas dan dibahas. Tidak jarang pula menjadi
bahan gunjingan dan sindiran oleh elite politik kepada elite lainnya, lawan politiknya.

Di sisi lain, silaturahmi politik kian masif dilakukan, baik secara terbuka maupun tertutup.

Jika dulu, di awal tahun politik, silaturahmi dilakukan untuk membangun kekuatan dengan membentuk koalisi. Kini, untuk memperkuat dukungan guna memenangkan kontestasi yang dua pekan lagi bakal dijalani.

Sering dikatakan, politik adalah seni. Kadang sentuhan kecil, lebih bermakna dan berhasil guna, ketimbang propaganda penuh retorika. Sentuhan kecil kadang lebih efektif, ketimbang tindakan masif. Dapat memberi pesan penuh makna selagi tepat waktu dan sasaran.Dapat pula membangun kepercayaan dan kebersamaan.

Begitu juga dengan silaturahmi yang tidak hanya bertujuan membangun komunikasi. Melalui silaturahmi dapat menyampaikan pesan penuh arti, dari hati ke hati, selain tentunya memadukan dan menyatukan konsepsi dalam menghadapi kontestasi. Boleh jadi, termasuk komitmen yang disepakati pasca memenangkan kontestasi.

Menjunjung tinggi komitmen inilah yang disebut etika dalam berpolitik, jika ingin terus mendapat dukungan dan memperbanyak kawan. Pelanggaran etika memang tidak akan bermuara kepada sanksi hukum, tetapi dapat menggerus simpati publik yang pada gilirannya, tidak tertutup kemungkinan, merosotnya tingkat kepercayaan.

Itulah sebabnya para elite hendaknya menjunjung tinggi etika dalam berpolitik.
Menerapkan politik etis dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai politisi.

Sejumlah sumber menyebutkan politik etis adalah pendekatan dalam politik yang menekankan pada prinsip – prinsip moral dan etika dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Elite politik disebut etis jika memiliki integritas tinggi, konsisten dalam tindakan dan prinsip. Satunya kata dengan perbuatan. Memegang teguh nilai – nilai moral, mengedepankan prinsip kebenaran dan keadilan serta menghindari konflik kepentingan.

Tak kalah pentingnya tidak menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi
dan kelompok tertentu. Mari merenung diri, sudahkah menjadi politisi etis?

ADVERTISEMENT

Editor: Rendra Saputra
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT