Diprediksi akan mencapai 350 juta pada tahun 2045, kecuali jika laju pertumbuhan terus melambat di kisaran angka 0,6 7 persen setiap tahunnya, jumlahnya bisa di bawah itu. Kini laju pertumbuhan di angka 1,13 persen (BPS 2023).
Sebut saja, laju pertumbuhan melambat, tetapi jumlahnya terus membesar, sementara lebih dari 98,35 % persen rumah tangga di Indonesia mengonsumsi beras (makan nasi).
Kini dengan 278 juta jiwa (proyeksi jumlah penduduk 2023), dengan rata – rata konsumsi 6,81 kg/kapita/bulan, maka kebutuhan beras yang wajib disediakan sekitar 35, 3 juta ton setahun, menempatkan Indonesia sebagai konsumen beras terbesar di dunia, setelah China, India dan Bangladesh.
Konsumsi beras tahun ini dan tahun depan,akan bertambah, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Menjadi persoalan karena jumlah produksi belum bisa memenuhi kebutuhan. Sejak Oktober tahun lalu hingga awal tahun ini, produksi beras berada pada level terendah, ditaksir 2,28 juta ton sebulan, sementara konsumsi diperkirakan 2,55 juta ton per bulan. Terdapat defisit.
Mencuat pendapat, melihat kondisi yang ada sekarang, negeri kita selamanya akan defisit, terus impor sebagai solusi instan. Kecuali ada gerakan massal menciptakan ketahanan pangan dengan melibatkan seluruh elemen bangsa.
Ada keputusan politik yang didukung oleh rakyat melalui para wakilnya di lembaga legislatif.
Merujuk pada UU No 18/2012 tentang Pangan, disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah "Kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".
Maknanya tuntutan produk pangan , lebih – lebih di era sekarang, tidak sebatas
kuantitas – jumlahnya yang terpenuhi, tetapi tersedianya pangan yang berkualitas lebih dari mencukupi.
Ini perlu upaya nyata dan sungguh – sungguh melalui kebijakan pro pangan rakyat, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom ”Kopi Pagi” di media ini.
Ketahanan pangan bukan sebatas tuntutan. Bukan pula sekadar memenuhi kebutuhan, tetapi menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya sehingga terhindar dari ketergantungan impor.
Memperoleh bahan pangan merupakan hak asasi sebagaimana tersebut dalam
pasal 27 UUD 1945 dalam rangka memberikan penghidupan yang layak bagi
manusia. (Azisoko)