Di tahun politik ini, banyak orang yang tiba-tiba menjadi baik, ramah dan sopan.
Banyak senyum, menyapa dan sebagainya.
Padahal sebelumnya kalau bertemu pun melengos (memalingkan muka).
“Kita sebagai manusia tidak boleh berprasangka buruk atas kebaikan yang dilakukan seseorang. Sikapilah dengan bijak,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Betul, kita nggak boleh Suudzon (berburuk sangka), tetapi bersikaplah husnudzon (berbaik sangka),” kata mas Bro.
“Boleh jadi dulu belum kenal, sehingga memalingkan muka.”
“Iya saya setuju sebagai manusia, kita nggak boleh berburuk sangka kepada siapa pun mereka, sepanjang kebaikan itu mendatangkan manfaat, kenapa mesti kita tolak,” tambah urai Yudi.
“Malah harus kita hargai, orang yang sebelumnya cuek, tidak pernah saling tegur sapa, sekarang menjadi ramah, sopan, sering senyum dan menyapa. Itu kan kemajuan,perubahan dari buruk menjadi baik. Kita patut bersyukur,” tambah mas Bro.
“Kalau kebaikan itu langgeng, kita senang. Tetapi kalau kebaikan hanya dilakukan ketika ada maunya, jelang pemilu, biar mendapat simpati dan dukungan, setelah itu kembali seolah tak kenal lagi, apa itu bisa dikatakan baik?,” tanya Heri.
“Kita harus tetap bersyukur karena dia masih mau berbuat baik. Masih perhatian kepada kita. Berarti masih ada kebaikan,” kata Yudi.
“Meski sedikit kebaikan akan lebih baik, ketimbang sama sekali tidak ada kebaikan. Sekecil apa pun kebaikan harus dihargai,” ujar mas Bro.