Pengusaha Spa Minta Pajak Hiburan 0 Persen

Sabtu 20 Jan 2024, 09:01 WIB
Ilustrasi. Pijat spa. Ist.

Ilustrasi. Pijat spa. Ist.

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Para pengusaha layanan SPA menolak pengenaan pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Ketua Umum Indonesia Spa Wellness Association (IWSPA) Yulia Himawati menyampaikan, pihaknya meminta pemerintah menerapkan pajak 0 persen terhadap industri layanan spa.

"Kami menyarankan dalam preriode tertentu bisa di angka 0 persen dan setelah berkembang pesat baru dikenakan pajak sebagaimana mestinya," ujar Yulia dalam keterangan resminya, Jumat, (19/1/2024).

Menurut Yulia, untuk menerapkan standar spa wellness yang telah ditentukan oleh pemerintah, tidak mudah, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga jika ditambah beban pajak yang tinggi, tentu akan berdampak pada kesehatan finansial pelaku usahanya.

Selain itu, Yulia meminta agar usaha spa wellness yang sesuai standar dari pemerintah hendaknya mendapat insentif pajak khusus untuk bisa berkembang membangun ekonomi bangsa.

Yulia juga menyampaikan industri spa juga turut meningkatkan keterampilan pekerja dengan kegiatan-kegiatan sertifikasi bagi terapis.

Sehingga, masyarakat yang sudah tersertifikasi bisa lebih mudah mendapatkan pendapatan yang lebih layak. Oleh karena itu, Yulia sangat menyayangkan langkah pemerintah yang mengenakan pajak tinggi pada industri spa.

Apalagi seharusnya layanan SPA bukan dikategorikan industri hiburan. Pasalnya, jasa SPA lebih tepat dikelompokkan berbeda dari kegiatan usaha hiburan atau rekreasi sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata.

Yulia menambahkan, hal ini diperkuat dengan tercakupnya SPA sebagai salah satu Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2023.

Yulia meminta kepada pemerintah untuk segera meninjau kembali, ketentuan mengenai pengelompokan SPA sebagai bisnis hiburan. Jika dibiarkan, ia khawatir akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam kegiatan usaha di Indonesia.

Berita Terkait

News Update