Peristiwa kecelakaan kereta api (KA) yang melibatkan dua kereta, KA Turangga jurusan Surabaya – Bandung dengan Commuterline Bandung Raya mengawali kisah suram transportasi di awal tahun ini.
Kedua kereta tersebut bertabrakan saat melintas di KM 181 + 700 petak Haurpugur, Cicalengka, Bandung, Jawa Barat (Jabar) pada Jumat (5/1/2023).
Dikabarkan 4 orang tewas dalam perisiwa itu, dari 487 penumpang kedua kereta yang selamat, 29 di antaranya mengalami luka luka.
Imbas dari kecelakaan tersebut, sejumlah jadwal perjalanan kereta dari berbagai tujuan di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur terhambat, bahkan ada yang dibatalkan akibat proses evakuasi.
Melalui Manager Humas Daop I Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyampaikan permohonan maaf atas terganggunya pelayanan.
Sementara Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bersama PT KAI membentuk tim untuk menginvestigasi penyebab kecelakaan. Pengusutan dan investigasi penyebab kecelakaan harus tuntas, KAI dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) jangan hanya meminta maaf atas insiden tersebut, tetapi mesti serius mengawal hingga misteri pemicu kecelakaan terungkap, siapa yang bertanggung harus diproses sesuai hukum berlaku.
Patut disayangkan kecelakaan kereta api terjadi. Padahal, seharusnya dapat mencapai zero accident atau kecelakaan nihil dalam transportasi, terutama kereta api. PT KAI sudah cukup berupaya mengatasi atau menghindari terjadinya kecelakaan KA. Tapi, dalam setiap kasus kecelakaan, perlu diketahui apakah ini karena faktor human error atau karena masalah teknis.
Kalau masalah human error harus menjadi catatan. Di mana letak kesalahan atau upaya perbaikan Sumber Daya Manusianya (SDM). Kalau terkait teknis. Di mana letak kegagalan operasionalnya.
Sebab, dari investigasi KNKT, diharapkan kejadian kecelakaan serupa tidak terulang. Hingga menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan atas keselamatan mereka ketika naik kereta api. Ke depan perlu dilakukan evaluasi agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.