“Diperlukan kebijakan lebih konkret. Tidak cukup retorika belaka tanpa aksi
nyata. Tidak cukup sebatas ajakan, tetapi perlu kebijakan riil, se-riil regulasi yang dijanjikan kepada rakyat semasa kampanye. Itulah era baru yang diharapkan.”
-Harmoko-
Tahun 2023 telah kita tinggalkan, kini memasuki awal tahun 2024. Awal menyongsong terbentuknya pemerintahan baru, wakil rakyat baru dan 545 kepala daerah baru untuk lima tahun ke depan.
Tidaklah berlebihan sekiranya 2024 ini disebut sebagai tahun pergantian pemegang tampuk kekuasaan negara, utamanya di eksekutif dan legislatif. Jika menyusul adanya pergantian pemegang kekuasaan yudikatif, maka lengkaplah pergantian pemegang ketiga kekuasaan negara - trias politica.
Kekuasaan legislatif – kekuasaan untuk membuat undang – undang. Eksekutif kekuasaan menjalankan undang – undang dan yudikatif, mengadili atas pelanggaran undang – undang.
Hanya saja, yang dimaksud baru itu tidak berarti semua penguasa – yang memimpin adalah wajah baru – orang – orang baru. Boleh jadi sebagian yang tampil sebagai wakil rakyat adalah orang lama, yang sudah menjadi anggota dewan.
Yang benar- benar baru adalah pemegang kekuasaan eksekutif, yakni Presiden dan Wakil Presiden, mengingat pada pilpres tahun ini tidak ada calon petahana. Siapa pun terpilih sebagai presiden dan wapres adalah Presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan presiden nomor urut satu, dua atau tiga beserta pemilih dan para pendukungnya.
Menjadi kewajiban bagi presiden dan wapres terpilih memperhatikan, memahami dan memperjuangkan seluruh aspirasi rakyat Indonesia, bukan aspirasi para pemilih, parpol pendukungnya.
Patut diingat, sejak pilpres digelar secara langsung mulai tahun 2009, belum ada pemenang mutlak. Sekalipun menjadi pemenang mayoritas pun, masih ada sekian persen yang memberikan aspirasi pilihannya kepada calon lain.
Kelompok ini tidak lantas diabaikan, mereka adalah bagian dari rakyat Indonesia yang wajib diakomodir kepentingannya, karena tadi, pemenang pilpres adalah presiden seluruh rakyat Indonesia.
Yang hendak saya sampaikan, pemenang pilpres bukan presiden bagi mereka yang telah memilihnya, mencoblosnya pada 14 Februari mendatang. Bukan pula presiden bagi 204 juta lebih warga yang telah memberikan suaranya pada pilpres, tetapi presiden bagi mereka yang belum mempunyai hak pilih, presiden bagi 278,8 juta penduduk Indonesia (proyeksi Badan Pusat Statistik pada tahun 2023).