Tentu gerakan tersebut tidak semudah membalikan telapak tangan. Butuh 6 tahun untuk menyadarkan masyarakat secara kolektif tidak membuang sampah sembarangan.
"Bikinlah taman kreatif, izin ke RT, RW karena ini dulunya tempat sampah, warga buang sampah di sini. Daripada bentrok akhirnya izin dulu," ucapnya.
Akhyadi menerangkan, gagasan memusnahkan sampah liar di lingkungannya, dikolaborasikan dengan komunitas dan kalangan mahasiswa.
Dari gerakan saung baca, tempat pembuangan sampah liar pelan-pelan berubah menjadi pusat kegiatan masyarakat.
"Kami ngebangun tidak sekaligus, pelan-pelan. Kita buat saung baca dulu, ngadain kegiatan dengan teman-teman komunitas dan dibantu mahasiswa Unsera saat KKN," terangnya.
Hingga akhirnya pada 2019, gerakan itu membuahkan hasil dengan diresmikannya menjadi Kampung Wisata oleh Pemkot Serang.
"Kalau membangun doang gampang, tapi menyadarkan masyarakat butuh pelan-pelan bahwa menjaga lingkungan itu luar biasa," ujarnya.
Tentu tidak sembarangan, ada indikator tertentu Pemkot Serang mendapuk Pipitan sebagai Kampung Wisata.
Sebab setelah membuat saung baca, gerakan itu menyebar menjadi pusat karya kreatif anak-anak muda dengan membuat kerajinan tangan untuk cinderamata hingga mengembangkan baka melukis.
Dinding-dinding jalan dan rumah warga pun penuh dengan karya lukis. Hingga akhirnya Pipitan disebut sebagai Kampung Selfie.
"Anak-anak muda, emak-emak bareng-bareng menghiasi dinding untuk tempat selfie, bareng-bareng bergerak," ungkapnya.
"Dirasakan manfaat bagi masyarakat dengan tempat bermain anak. Kami menggagas kampung selfie. Sebenarnya dari gerakan kecil, pemuda bagian penggeraknya. Terbentuklah Kampung selfi, diresmikan Wakil Walikota Serang," tambahnya.