RAKYAT Indonesia sudah tak asing lagi mendengar istilah ''Dinasti Politik''. Jika dahulu belum terlalu disorot, bahkan mungkin rakyat abai akan istilah tersebut. Namun, kekinian tidak demikian.
Dinasti politik adalah dengan sengaja dikonstruksi bahwa kekuasaan hanya boleh dikuasai oleh satu keluarga saja. Sistem tersebut lazim digunakan oleh negara yang menganut sebuah sistem monarki.
Kilas balik, masih segar dalam ingatan publik yang menilai ada dinasti Ratu Atut di Banten; dinasti Fuad Amin di Bangkalan, Madura; dinasti Limpo di Sulawesi Selatan dan beberapa dinasti lainnya.
Saat ini, publik dikejutkan dengan manuver politik yang dilakukan dua orang putra Presiden Jokowi. Sang putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka terjun ke dunia politik dengan menjadi Wali Kota Solo, kini jadi Cawapresnya Prabowo Subianto.
Adik bungsunya, Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Tak sampai di situ saja, sebelumnya kakak ipar mereka, Bobby Nasution menjadi Wali Kota Medan, dan pamannya Anwar Usman duduk di kursi hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekadar informasi, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Putusan tersebut menuai kontroversial.
Putusan ini memberi tiket kepada Gibran untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya berjalan 3 tahun.
Penyebab dinasti politik tumbuh subur di Tanah Air adalah ongkos politik yang mahal dan budaya masyarakat Indonesia. Biaya politik yang besar, maka jika ada anak sampai keponakan mencalonkan karena mereka punya modal untuk itu. Mereka punya modal secara ekonomi, intelektualitas, dan jejaring.
Keadaan ini adalah bagian dari sejarah politik Indonesia yang pernah menganut sistem kerajaan.
Bila dinasti politik dibiarkan, didukung maka akan menciptakan sistem kekuasaan, hak privilege (istimewa), dan kemakmuran hanya dinikmati oleh segelintir kecil elite. Pun mayoritas penduduk tak lagi memiliki pengaruh.