JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dikenai pasal berlapis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Komisi antirasuah menerapkan pasal suap dan gratifikasi kepada orang nomor dua di Kemenkumham tersebut. Diketahui, dugaan yang dilaporkan Indonesia Police Watch (IPW) itu sudah naik ke tahap penyidikan. Gelar perkara sudah dilakukan sejak bulan lalu.
“Oh double (pasalnya). Ada pasal suap, ada pasal gratifikasinya,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya, Selasa, (7/11/2023).
Asep mengatakan penerapan pasal ini juga didasari laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
“Dimana laporan hasil audit itu berupa lalu lintas uang yang dimiliki atau yang ada di rekening-rekenin para terduga atau tersangka,” tegasnya.
Meski begitu, Asep belum mau memerinci para tersangka dalam kasus ini. Sebab, KPK masih harus mengusut lebih dalam apalagi ada penerapan pasal suap.
“Jadi kalau misalnya menggunakan pasal suap, harus benar-benar tadi, satu persatu dibuktikan bahwa meeting of mind nya seperti apa, di mana, keperluannya untuk apa, kemudian ada pergeseran uang itu dalam rangka apa,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Wamenkumham dilaporkan ke KPK oleh IPW karena diduga menerima gratifikasi hingga Rp7 miliar. Penerimaan ini diduga terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan.
Setelah dilaporkan, Edward kemudian mendatangi KPK untuk melakukan klarifikasi. Dia bahkan mengatakan laporan ini menjurus ke fitnah.
Edward terakhir kali diperiksa Gedung KPK pada Jumat, 28 Juli. Dia irit bicara saat keluar usai pemeriksaan.
"Saya enggak mau jawab, nanti beliau (kuasa hukum, red) saja," kata Eddy kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK.
Dia memilih langsung meninggalkan Gedung Merah Putih KPK. "Enggak ada apa-apa," ucap Eddy.
Sementara itu, Ricky Herbert Parulian Sitohan selaku kuasa hukum Eddy mengatakan penyelidik mengklarifikasi sejumlah temuan. Tapi, dia tak memerinci lebih lanjut.
"Saya rasa enggak perlu jawab karena itu hak internal KPK untuk menjawab itu," tegasnya. (Wanto)