JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Pada Sabtu, 4 November 2023 Institut Hijau Indonesia, WALHI, HUMA, ICEL dan KNTI mengadakan acara Simposium Pemuda Indonesia dengan tema Reclaim Our Common Future.
Acara tersebut digelar secara offline di Gedung Serbaguna Senayan Ruang Vanda dan secara online melalui Zoom Meeting.
Pada acara Simposium Pemuda Indonesia, disampaikan hasil jajak pendapat yang melibatkan 5283 Orang Muda berusia 16-35 tahun dari 35 Provinsi di Indonesia.
Jajak pendapat ini terkait persepsi Orang Muda terhadap situasi Indonesia dan Dunia saat ini dan harapan mereka untuk masa depan.
Pengumpulan pendapat Orang Muda ini berlangsung sejak bulan Juni hingga Oktober 2023 dengan berbagai metode yang digunakan.
Pada opening speech-nya, Ketua Institut Hijau Indonesia Chalil Muhammad menyampaikan rasa terima kasihnya kepada awak media hingga rekan-rekan yang hadir dalam acara tersebut.
Chalil mengungkapkan bahwa ada total 5.000 orang yang ikut dalam survei yang mereka lakukan.
“Ada total lebih dari 5.000 orang memberikan persepsi mereka tentang situasi Indonesia dan dunia hari ini serta harapan mereka ke depan,” ucapnya seperti dikutip Poskota.
Dari 5.000 orang itu, Chalil dan timnya menemukan bahwa anak muda sekarang tidak ingin namanya digunakan untuk kepentingan-kepentingan tidak jelas.
“Luar biasa, dari yang kami temukan, kami merasa berkewajiban melaporkan kepada publik (bahwa) orang muda saat ini tidak ingin namanya digunakan (begitu) saja, tidak ingin mereka hanya dimanfaatkan untuk setiap kepentingan yang tidak jelas,” tuturnya.
“Orang muda dari yang kami temukan ingin terlibat merebut masa depan mereka. Makanya Simposium ini kami hadirkan khusus kepada orang muda, dan orang tua seperti saya ini cukup memberikan pemaknaan saja,” sambung Chalil.
Chalil bercerita bahwa sejak tahun 1997, ia dan rekan-rekannya sudah menyuarakan agar anak muda bisa memimpin.
“Sejak tahun 1997, saya, Bung Ray Rangkuti, Faisal Basri, Bima Arya, Yudi Latief, Anies Baswedan, (dan lainnya), kami teriak keras saatnya kaum muda memimpin,” terangnya.
“Hasilnya banyak anak muda tampil memimpin dengan gemilang,” imbuhnya.
Namun belakangan ini, anak muda yang bukan siapa-siapa jadi sulit untuk memimpin karena adanya dinasti politik.
“Tetapi belakangan ini, kami khawatir anak muda yang bukan anak siapa-siapa, anak muda yang berdarah-darah berjuang untuk berbagai aspek, (tetapi) peluang mereka untuk tampil menjadi pemimpin semakin kecil dengan menguatnya dinasti politik yang hari-hari ini menjadi perbincangan,” ungkap Chalil.
“Dan kalau itu kembali seperti di tahun 98 yang diteriakkan oleh banyak orang muda untuk berhenti korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan bangkit kembali, (itu) butuh 32 tahun atau bisa lebih untuk memperjuangkannya,” sambungnya.
Oleh karena itu, acara Simposium itu, kata Chalil, harus dimanfaatkan anak muda untuk bisa memberantas KKN di Indonesia maupun level Internasional.
“Oleh karena itu saya kira ini kesempatan anak muda untuk merebut masa depan dan termasuk di dalamnya menghentikan seluruh praktik-praktik dinasti politik mulai dari berbagai level, daerah maupun Internasional. Terima kasih, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” tandasnya