DALAM sebuah keluarga, tak ada orang tua yang tidak sayang anak.
Ayah dan ibu akan sayang kepada anak-anaknya.
Begitu anaknya berkeluarga, kemudian punya anak, kasih sayang terus mengalir tak hanya kepada anaknya, tetapi kepada cucunya.
Jadilah kakek-nenek sayang cucu.
Tak heran, jika orang tua yang mampu, memiliki kekayaan berlebih akan mewariskan hartanya kepada anak-anak dan cucunya.
Pengusaha akan mewariskan usahanya kepada anak dan cucunya.
Seorang pejabat, jika memungkinkan berupaya meneruskan ‘jabatannya’ kepada anak dan cucunya.
Begitu juga seorang politisi, pemimpin parpol, berupaya meneruskan kepemimpinan partainya kepada anak dan cucunya atau keluarganya.
Ini tak hanya di dalam negeri juga di luar negeri, di negara yang begitu maju demokrasinya seperti Amerika.
“Menurut saya sih sah- sah saja. Wajar orang tua ingin melanggengkan kekuasaan kepada anak- anaknya.Apakah kekuasaan di bidang politik , ekonomi, bisnis dan sosial kebudayaan,” kata mas Bro mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, Yudi dan Heri.
“Intinya nggak ada orang tua yang ingin anaknya hidup sengsara dan menderita. Karenanya menyiapkan anaknya menjadi pejabat, konglomerat dan politisi hebat adalah bagian dari kewajiban sayang anak,” kata Yudi.
“Setuju Bro. Contohnya kita ini, apa ingin hidup anak-anak kita lebih susah dari kita, tentu tidak. Kita berharap anak kita kelak lebih hebat, lebih maju dan sejahtera sehingga dapat memberi modal agar anaknya lebih hebat lagi,” kata Heri.
“Modal itu bukan hanya harta, tetapi ilmu, pendidikan, skill,keahlian, fasilitas, juga mestinya moralitas,” kata mas Bro.
“Saya paham maksud kalian. Moralitas sebagai benteng kepribadian. Jadi kalau kelak menjadi pejabat, ya pejabat yang bermoral, politisi yang bermoral, pengusaha bermoral,” urai Heri.
“Jadi sayang anak itu wajib. Politik sayang anak juga sah-sah saja karena begitulah kodrati manusia. Yang penting cara mendapatkannya halal dengan cara-cara baik dan yang benar,” kata mas Bro.
“Ya iyalah kita wajib sayang anak, sayang keluarga. Masak harus sayang sama istri tetangga..,” canda Yudi. (joko lestari)