Guru Besar IPB Sebut Beras Plastik Hoaks: Ongkos Produksinya Mahal, Mau Dijual Berapa?

Jumat 13 Okt 2023, 14:10 WIB
Ilustrasi. Beras plastik ramai disebut-sebut beredar di masyarakat. Foto: Pixabay.

Ilustrasi. Beras plastik ramai disebut-sebut beredar di masyarakat. Foto: Pixabay.

BOGOR, POSKOTA.CO.ID - Belakangan ini marak kabar tentang beredarnya beras plastik di pasaran. Menanggapi hal tersebut, Pakar Teknologi Pangan IPB University, Prof Slamet Budijanto mengatakan, beras plastik tersebut adalah hoaks dan tidak masuk akal. 

"Sebagai peneliti, saya bisa memastikan bahwa yang diklaim sebagai beras plastik itu hoaks. Itu adalah butiran atau biji plastik, bukan beras," ujarnya, Jum'at (13/10/2023).

Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University ini pun menegaskan, seharusnya tidak ada istilah penyebutan beras plastik. Karena yang selama ini ada adalah biji plastik, dengan bentuk yang bermacam-macam, termasuk bisa menyerupai beras.

"Yang viral itu sebenarnya biji plastik, tapi dikasih nama beras plastik. Jadi itu bukan beras," kata Slamet.

Menurut Slamet, jika ada produsen yang membuat produk beras dari plastik, hal tersebut tidaklah masuk akal.

Sebab, kata Slamet, untuk membuat biji plastik membutuhkan biaya produksi yang jauh lebih mahal dari harga jual beras saat ini. 

Slamet menyebut, harga satu kilogram biji plastik dari hasil daur ulang (recycle) saja sudah mencapai Rp 20 ribu, harga tersebut lebih mahal dibanding beras premium yang saat ini kisaran harganya Rp 15 ribu.

"Anda bayangkan, beras premium saja paling Rp 12.000 sampai Rp 15.000. Kalau hasil plastik recycle itu kemudian dibentuk seperti beras, kalau mau untung, mau dijual berapa? Ini jelas tidak masuk akal,” jelasnya.

Pada beberapa kasus, lanjut Slamet, dalam pembuatan beras analog menggunakan gliceryn monostearat (GMS) yang merupakan produk turunan sawit. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai ‘plasticizer’ yang berfungsi agar tidak lengket dan lebih kompak produk beras analognya sendiri.

“Bisa jadi istilah ini yang disalahartikan sebagai plastik. Jika iya, persepsi yang salah ini harus diluruskan,” ulasnya.

Slamet pun berpesan, kejadian seperti kesalahpahaman tentang beras plastik ini bisa menjadi pelajaran agar masyarakat lebih teliti dan kritis menanggapi suatu isu. 

Berita Terkait
News Update