ADVERTISEMENT

Berita Hoaks Masih Marak, KPU dan Bawaslu diminta Optimalkan Sosialisai Kampanye di Medsos

Selasa, 3 Oktober 2023 13:33 WIB

Share
Ilustrasi Kantor KPU Pusat. (foto/ist)
Ilustrasi Kantor KPU Pusat. (foto/ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID –  Informasi palsu dan ujaran kebencian diprediksi masih akan membayangi kampanye Pemilu 2024, meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan aturan terbaru mengenai kampanye melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.

Menanggapi kemungkinan tersebut, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) Adinda Tenriangke Muchtar menyarankan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu mengoptimalkan sosialisasi mengenai aturan kampanye politik di media sosial kepada para peserta pemilu agar dapat dipatuhi dengan baik.

"Nampaknya aturan tersebut belum dapat mengurangi peredaran informasi palsu dan ujaran kebencian di media sosial jelang kampanye Pemilu 2024," kata Adinda dalam keterangannya, Selasa, (3/10/2023).

Adinda meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) perlu memperkuat penegakan sanksi administratif atas pelanggaran kampanye politik di media sosial.

Selain itu, Bawaslu perlu mengumumkan kepada publik secara berkala tentang kasus pelanggaran kampanye di media sosial dan mengeluarkan peringatan kepada peserta yang melanggar peraturan kampanye.

Adinda juga mengatakan para generasi muda, khususnya mahasiswa bersama kelompok masyarakat sipil dan pemangku kepentingan lainnya, untuk meningkatkan literasi digital dan kepemiluan di masyarakat.

"Meningkatkan literasi digital dan kepemiluan di masyarakat sangat penting agar kita dapat mengawasi jalannya tahapan kampanye Pemilu 2024 dan melaporkan jika terjadi pelanggaran kampanye," ujarnya.

Dilain pihak, Managing Director Paramadina Public Policy Institute Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam mengatakan, ancaman beredarnya politik identitas berbau agama masih mungkin terjadi pada kampanye Pemilu 2024.

Hal itu karena meningkatnya proyeksi jumlah masyarakat kelas menengah Muslim, yaitu sebesar 62,8 persen dan generasi milenial Muslim sebesar 34 persen yang memiliki kapasitas ekonomi lebih baik dan tingkat pendidikan memadai, tetapi masih mencari identitas diri, jenuh pada modernisme, serta "haus" nilai-nilai agama.

"Selain itu, dalam ruang komunikasi digital yang terbuka, mereka adalah sasaran empuk propaganda ideologi, pemikiran, dan sentimen SARA," katanya.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT