SUASANA tak biasa terlihat belakangan ini kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Jalanan yang biasa macet tampak lengang bahkan cenderung sepi. Tidak juga terlihat orang hilir mudik di pasar grosir yang konon terbesar se Asia Tenggara itu.
Kondisi serupa juga terlihat di dalam pusat perbelanjaan itu di antaranya di Blok A dan Blok B. Sejumlah toko yang buka hanya ditunggu pekerja toko, tanpa pembeli.
Lorong di sepanjang gedung yang biasanya dipadati pengunjung juga terlihat lengang dan sepi. Hanya satu dua pengunjung yang terlihat melintas sambil melihat-lihat beberapa toko pakaian. “Dapat penglaris saja alhamdulillah," ucap Annie, pedagang pakaian muslim.
Perempuan yang berjualan sejak 2019 di Pasar Tanah Abang itu menduga salah satu faktor merosotnya pengunjung adalah menjamurnya tren berbelanja online belakangan ini.
Mereka banyak menjajakan produk pakaian dengan harga barang lebih murah dibanding di Tanah Abang. Tawaran itu katanya, pasti mengubah minat pembeli.
Perjalanan Pasar Tanah Abang sebagai pusat bisnis pun sebenarnya tak bisa dianggap enteng. Pasar Tanah Abang dulu dikenal dengan Pasar Sabtu yang berdiri sejak tahun 1735. Yustinus Vinck adalah sosok yang dikenal sebagai pendiri pasar perdagangan tersebut atas izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patramini.
Lambat laun, kawasan Pasar Tanah Abang tumbuh cukup pesat dengan ribuan pedagang yang hadir berjualan di sana. Waktu operasional atau jam buka Pasar Tanah Abang adalah setiap hari Senin hingga Minggu, mulai pagi hingga sore hari.
Bangunan pasar pun tampak lebih mewah, dengan adanya perbaikan gedung di setiap bloknya, dan juga hadir gedung bertingkat yang cukup tinggi. Tidak hanya itu, seperti halnya Pasar Tanah Abang Metro, Blok A, dan Blok B telah dilengkapi dengan fasilitas AC.
Namun seiring berjalan waktu , transaksi offline di pusat perbelanjaan tersebut perlahan meredup setelah pasar online mulai marak lewat sejumlah media sosial (medsos). Imbasnya mobilitas transaksi manual di Pasar Tanah Abang menjadi sepi peminat. Pasar Tanah Abang harus ‘diselamatkan’ mengingat ada pengusaha , pegawai dan tenaga kerja lain yang masih mengandalkan adanya akktivitas belanja offline di tempat itu.
Pemerintah harus turun tangan mencari solusi supaya pasar online tidak ‘membunuh’ eksistensi Pasar Tanah Abang yang sudah melegenda ini.