ADVERTISEMENT

Ketua DPD RI: 25 Tahun Reformasi, Indonesia Telah Meninggalkan Pancasila

Sabtu, 26 Agustus 2023 20:43 WIB

Share
Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti bicara soal refleksi 25 tahun reformasi. Foto: Ist.
Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti bicara soal refleksi 25 tahun reformasi. Foto: Ist.

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan hasil dari 25 Tahun Reformasi adalah Indonesia telah meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi dan Norma Hukum Tertinggi negara ini. 

Hal itu disampaikan secara virtual oleh LaNyalla dalam Seminar Wawasan Kebangsaan pada rangkaian Festival Indonesia Raya yang digelar Pemerintah Kota Salatiga bertema "Refleksi dan Proyeksi 25 Tahun Reformasi", Sabtu 26 Agustus 2023.

"Yang dihasilkan dari Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 1999 hingga 2002 silam, terbukti secara akademik telah meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi Indonesia. Telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi negara ini," ujar LaNyalla.

Pasalnya, lanjut dia, Undang-Undang Dasar hasil Amandemen di era Reformasi tersebut, justru menjabarkan nilai-nilai Individualisme dan Liberalisme yang bukan merupakan Falsafah Hidup Bangsa Indonesia. 

"Isi dari Pasal-Pasal di dalam Konstitusi yang dihasilkan di era Reformasi itu sudah mengganti Sistem Bernegara Indonesia, dari sebelumnya kedaulatan rakyat dijelmakan di dalam Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR, diubah menjadi Partai Politik dan Presiden Terpilih yang menjadi pelaksana kedaulatan rakyat," ujar dia.

Akibatnya, menurut LaNyalla, kekuasaan dalam menjalankan negara sejak saat itu hanya berada di tangan Ketua Partai dan Presiden terpilih. 

Memang lanjut dia, ada Dewan Perwakilan Daerah, yang merupakan wakil dari daerah. Namun faktanya di dalam Konstitusi, DPD RI bukan pembentuk Undang-Undang, sehingga jika sekarang banyak rakyat yang kecewa dengan Undang-Undang yang ada, maka DPD RI tidak bisa secara maksimal memperjuangkan.

"Inilah sistem bernegara hasil dari era Reformasi. Sehingga yang terjadi, Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi semakin membesar dan menguasai negara. Karena terjadi hubungan timbal balik antara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi akibat biaya politik yang mahal di dalam Pemilihan Presiden secara langsung," paparnya.

Begitu pula dengan proses pembentukan Undang-Undang, yang bersifat mengikat seluruh penduduk Indonesia, hanya dihasilkan oleh anggota DPR yang merupakan kepanjangan tangan Ketua Umum Partai. Tanpa mekanisme check and balances, bahkan seringkali tanpa keterlibatan publik yang cukup.

"Saat ini kita menyaksikan lahirnya puluhan Undang-Undang yang pro kepada mekanisme pasar dalam penataan ekonomi nasional. Karena faktanya, sampai hari ini kesejahteraan dan kekayaan hanya dinikmati segelintir orang. Sementara jutaan rakyat dalam keadaan miskin, dan puluhan juta lainnya sangat berpotensi untuk menjadi miskin," tutur LaNyalla.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Rendra Saputra
Editor: Rendra Saputra
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT