2. Membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal
dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, selain dari anggota partai politik, sebagai bagian dari upaya untuk memastikan proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan
masyarakat non partai.
3. Memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.
Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial
Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.
4. Memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan
Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.
5. menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan.