Jakarta tengah dikepung polusi dan bahkan sempat berada di peringkat pertama dunia sebagai kota dengan kualitas udara terburuk. Berbagi upaya pun dilakukan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI untuk memperbaiki kualitas udara yang dikhawatirkan menjadi penyebab Inspeksi saluran pernapasan (ISPA).
Sejak awal pekan kemarin, Pemprov DKI pun langsung mengambil langkah dengan memberlakukan Work From Home (WFH) untuk menekan angka polisi. Namun, hal itu baru diberlakukan untuk para Aparatur Sipil Negara (ASN) dan belum terlihat ada perubahan berarti.
Kini, Pemerintah Daerah (pemda) akan segera mengambil langkah lain dengan menerapkan tilang bagi kendaraan yang tak lulus uji emisi. Uji coba itu pun akan digelar pada Jumat (25/8) dan sanksi tegas penindakan diberikan pada 1 September mendatang.
Pelaksanaan uji emisi tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Namun, implementasi aturan tidak dilaksanakan dengan baik karena masih terus terjadi tarik ulur dan membuat pemerintah gagap menghadapinya.
Peraturan itu pun akhirnya diberlakukan dengan harapan polusi di Jakarta dapat ditangani dengan baik. Gas buang kendaraan bisa semakin membaik dan kemacetan yang hingga kini belum juga tertangani bisa sedikit diselesaikan.
Namun Pemprov DKI juga harus menyiapkan rencana tambahan agar aksi penindakan kendaraan uji emisi bisa berjalan dengan baik. Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono diminta segera melakukan pembenahan sektor transportasi menjadi solusi mengatasi polusi udara di Jakarta.
Oleh karena itu, solusi untuk mengurangi polusi udara adalah dengan membenahi sistem transportasi menuju lebih ramah lingkungan. Solusi yang perlu diterapkan bukan hanya pada hulu, tetapi juga pada hilir persoalan, yakni dengan melengkapi angkutan umum pada kota selain Jakarta, dalam hal ini kota-kota penyangga.
Terlebih, berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022, ada sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar beroperasi di DKI Jakarta. Sebanyak 78 persen di antaranya merupakan sepeda motor yang menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin dan solar, mobil penumpang, serta bus.
Memang saat ini di wilayah DKI Jakarta sudah 88 persen didukung oleh angkutan umum dari Transjakarta dengan menyiapkan berbagai fasilitas. Meski sudahlah disiapkan dengan baik, namun masih banyak juga masyarakat yang enggan beralih ke angkutan umum.
Alasan utamanya adalah kenyamanan dan kecepatan yang belum dirasakan dari moda transportasi umum tersebut. Sehingga sampai saat ini sarana yang disediakan masih belum dilirik sepenuhnya oleh masyarakat Jakarta yang akan melakukan aktivitas.
Langkah lain yang harus dilakukan Pemprov DKI adalah terus berkoordinasi dengan kota-kota penyangga yang sampai saat ini menjadi penyumbang kemacetan. Apalagi keadaan angkutan umum di kota-kota penyangga, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi tidak disiapkan dengan baik sehingga masyarakat belum mau beralih.