JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha belakangan menyuarakan opsi mundur dan siap mengembalikan kepercayaan yang selama ini diberikan kepadanya.
Sejumlah pihak kemudian menyangkut-pautkan gelagat Giring Ganesha yang siap melepas kursi Ketua Umum PSI dengan nama Gibran Rakabuming Raka.
Lantas benarkah opsi mundur Giring Ganesha dari kursi ketua umum PSI merupakan desain tersendiri agar ada atensi pribadi di level struktural untuk Gibran bisa memimpin?
Terkait hal ini, Ketua DPP Bidang Hukum PSI, William Aditya Sarana, mengatakan bahwa pernyataan Giring soal opsi mundur datang karena sejumlah hal.
Kata William, apa yang sampaikan Giring berkaitan dengan keinginannya agar ada regenerasi di tubuh PSI. Selain itu, dia merasa usianya sudah tidak muda lagi, yakni 40 tahunan. Sementara para kader dan pengurus PSI saat ini, kebanyakan datang dari usia 30 tahunan. Artinya bukan karena desain apakah benar akan diisi oleh Gibran, si putra Presiden Jokowi.
"Saya hanya bisa mengatakan bahwa ruang di PSI masih terbuka lebar. Masih banyak yang bisa diisi. Itu yang bisa saya sampaikan, ruang di PSI terbuka," kata William saat berbincang dalam podcast Ngompol Yuk Poskota yang tayang di Youtube, disitat Jumat 11 Agustus 2023.
Menurut William, sejauh ini dua putra Jokowi, yakni Kaesang Pangarep dan Gibran memang memiliki DNA yang sama dengan PSI.
"Kaesang kita calonkan di Depok karena dia punya DNA yang sama dan memperjuangkan nilai-nilai yang sama dengan kita. Apa dia punya DNA PSI? Punya."
"Kakaknya Mas Gibran juga adalah pemimpin yang sudah terbukti bisa memimpin Solo, peninggalannya juga sangat baik. Soal apakah Gibran bisa memimpin PSI, kembali lagi saya hanya bisa menyampaikan, mereka punya nilai-nilai yang sama dengan kami," kata dia.
Saat ini, PSI sendiri diakui tengah menggenjot performa partai agar bisa lolos parliamentary threshold (PT) 4 persen. PSI sejauh ini sudah belajar dari Pemilu 2019, di mana mereka berhasil mengantongi 1,89 persen.
"Di 2019 kami datang dengan pasukan sebanyak 3 ribu caleg, dari sekitar 24 ribu caleg yang harusnya bisa diisi. Ketika itu, kita punya satu daerah, yang sebenarnya perolehan kursinya cukup, tetapi karena kami tak punya calon, kursinya hangus," kata William.