Pengantar: Dalam rangkaian memperingati HUT ke- 78 RI, melalui kolom ini disajikan 4 tulisan berseri, mulai 31 Juli 2023. Selamat mengikuti ( Azisoko).
“Kita perlu tangguh dengan jati diri yang kita miliki. Tangguh dalam kemandirian, kegotongroyongan dan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.Tangguh menahan hempasan badai ekonomi, geopolitik dan budaya..”
-Harmoko-
----
Selain ketangguhan dalam kemandirian dan kegotongroyongan, tak kalah pentingnya membangun semangat nasionalisme untuk menopang persatuan dan kesatuan bangsa. Lebih – lebih di era sekarang ini, menyongsong gelaran pemilu, semakin dibutuhkan tali perekat guna mencegah polarisasi, pembelahan sosial akibat beda pilihan dan dukungan.
Beda sikap politik dan pilihan dalam kontestasi tidak terelakan,tetapi hendaknya tidak melahirkan perpecahan, jika menjadikan perbedaan sebagai ikatan yang mempererat persatuan dan kesatuan untuk memajukan bangsa.
Disinilah perlunya toleransi dan tenggang rasa terhadap perbedaan. Menghargai perbedaan, bukan mempertentangkannya melalui perdebatan ego perbedaan yang tiada akhir.
Ingat! Perbedaan adalah anugerah. Keberagaman adalah kodrati yang tidak bisa dipaksakan untuk disamakan, apalagi sama persis, kecuali diselaraskan, sebagaimana telah dipelopori oleh para pejuang dan pendiri negeri ini.
Penyelarasan inilah yang mengantar bangsa Indonesia menuju gerbang kemerdekaan hingga kini berdiri kokoh dalam bingkai NKRI berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, yang dibalut Bhinneka Tunggal Ika.
Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan itulah nilai- nilai kejuangan yang hendaknya tidak dipandang sebagai doktrin semata, tetapi sebuah kewajiban
bagi kita semua untuk mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Bukan sebatas retorika dan slogan semata, tetapi jauh aksi nyata.
Nilai – nilai nasionalisme harus tetap dijaga, dirawat dan dipupuk sebagai identitas bangsa agar tidak tergoyahkan hempasan angin perubahan dunia. Tidak tererosi derasnya arus globalisasi yang membawa serta lumpur dan sampah budaya asing sebagai dampak kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Perkembangan teknologi komunikasi harus kita gunakan dan manfaatkan untuk kemajuan, tetapi yang tidak selaras kita buang, sisi negatif wajib kita singkirkan.
Budaya asing tidak bisa kita tolak, tetapi bagaimana memfilter agar tidak merusak tatanan dan karakter budaya lokal – nasional sebagai jati diri bangsa kita.
Semangat perjuangan untuk mewujudkan kebebasan nasional yang meliputi kebebasan dari penguasa asing, campur tangan dunia luar harus terus digelorakan.
Begitu juga kebebasan dari kekuatan internal yang berpotensi melemahkan kesatuan dan persatuan bangsa. Ini harus dilawan dengan memperkuat karakter nasionalis seperti cinta tanah air, semangat kebangsaan, cinta damai, peduli lingkungan, menghargai toleransi dengan menghormati keragaman adat dan budaya,suku, agama dan keragaman lainnya.
Tidak ada penonjolan egoisme seperti sukuisme (sukunya yang terbaik), provinsialisme, daerahisme, golonganisme dan isme – isme yang lain melebur menjadi satu, yakni “nasionalisme”.
Bicara nasionalisme berarti tanpa sekat, tidak dibatasi oleh suku, agama, daerah, bahasa, adat istiadat dan strata sosial. Kemajemukan masyarakat bukan menjadi penghalang mewujudkan cita – cita bernegara ketika nasionalisme dijadikan landasan dalam kehidupan yang pluralis.
Maknanya, bagaimana menempatkan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia dengan menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Perlunya mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena –mena terhadap orang lain serta berani membela kebenaran dan keadilan.
Dan, tidak kalah pentingnya, bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak rendah diri, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Kita perlu tangguh dengan jati diri yang kita miliki. Tangguh dalam kemandirian, kegotongroyongan dan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
Tangguh menahan hempasan badai ekonomi, geopolitik dan budaya yang datang dari seluruh penjuru dunia.
Tanggap merespons perubahan dunia berikut dampak negatifnya yang dapat memperlemah identitas bangsa.
Tanggon, dapat diandalkan karena bisa “mrantasi gawe” - mampu menyelesaikan segala persoalan yang ada sekarang maupun yang datang kemudian.
Mari kita menjadi bangsa yang tangguh, tanggap dan tanggon menuju Indonesia yang terus maju dan sejahtera. (Azisoko)