ADA hal menarik yang disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir saat menjadi pembicara dalam dialog ideologi, politik dan organisasi (ideopolitor) di Kampus UMY, Yogyakarta, akhir pekan lalu.
Haedar mengajak semua elite agar semakin bijaksana, cerdas, menunjukkan jiwa kenegarawanan dan menempatkan kepentingan bangsa, negara dan persatuan di atas segalanya.
Bahwa ada polemik, ada perbedaan itu adalah dinamika, tetapi kita dituntut semakin dewasa dalam memasuki 78 tahun tahun kemerdekaanya.
Yah, kedewasaan sangat dibutuhkan dalam membangun bangsa dan negara di semua sektor kehidupan.
Kedewasaan dalam berdialog sebagai satu upaya menyelesaikan permasalahan.
Kedewasaan berpolitik, kedewasaan merespons situasi yang terjadi, dewasa pula dalam menyikapi kritik.
Dewasa di sini, diartikan bersikap santun, bijak, mengedepankan etik dan moral, bukan menggunakan kekuasaan dan kekuatan yang bisa berujung kepada kesewenangan.
Hendaknya menjauhkan diri dari sifat “Adigang, adigung, adiguna, yang selalu mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kepintarannya.
Sebagai elite politik, tokoh bangsa, figur berpengaruh, termasuk di dalamnya para kandidat calon pemimpin bangsa ke depan, hendaknya meneladani sifat ambeg utomo, andhap asor, selalu mengutamakan kerendahan hati. Bukan tinggi hati, bukan pula maunya menang sendiri.
Memasuki HUT ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia, hendaknya dijadikan momen untuk mawas diri, sudahkah kita ikut berkontribusi membangun negeri, atau sebaliknya berkontribusi merusak tatanan negeri?
Sebuah perenungan yang lazim dilakukan ketika seseorang hendak bertambah usia, apa yang telah diperbuat selama ini, kebaikan atau keburukan.