Sementara itu, Manager Indonesia Institute for Social Development (IISD), Ahmad Fanani menyebutkan, banyak penolakan dari unsur masyarakat ihwal UU Kesehatan.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan DPR dinilai hanya sebatasi formalitas karena masukan yang diberikan tidak diakomodasi sepenuhnya.
"Saya gagal paham pada pasalnya tidak mencerminkan kesehatan anak," ungkapnya.
Ia menerangkan, visi Indonesia 2045 emas berpotensi tidak terwujud dengan tidak berpihaknya UU Kesehatan pada sumber daya manusia terutama anak.
"Investasi tanpa didukung dnegan kesehatan itu mustahil. SDM kita itu harus didukung dengan kesehatan. Mimpi kita 2045 generasi emas terancam visinya," terangnya.
Apalagi dalam survei, 73 persen anak yang merokok akibat orangtuanya aktif mengkonsumsi rokok.
"Salah satu faktor anak merokok 73 persen mempunyai orangtua merokok. Tapi UU ini mengenyampingkan itu, Negara mengabaikan itu sehingga adanya pelemahan tersebut," jelasnya.
Ia menegaskan, pengendalian tembakau dan perlindungan anak mustahil tanpa pengendalian negara. Untuk itu Menkes didorong membuat Peraturan Pemerintah (PP) dalam memperkuat UU Kesehatan.
"Kita mengharapkan Menkes menunjukan komitmennya dengan melindungi kesehatan dan anak dengan memperkuat perlindungan tembakau dengan PP dari UU lainnya," tutupnya. (Bilal)