JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kemacetan hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang tak pernah terselesaikan di Jakarta. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengatasi masalah klise ini.
Dahulu kala, untuk mengatasi macetnya Jakarta, pemerintah memberlakukan 3 in 1, namun tak juga efektif. Beberapa tahun belakangan ini, pemerintah mengeluarkan peraturan ganjil-genap (Gage) untuk mengurangi angka kendaraan yang melintas di Ibu Kota.
Alih-alih berkurang, masyarakat malah menambah kendaraan baru dengan memilih dua nomor plat berbeda agar bisa tetap digunakan. Akibatnya, kemacetan hingga kini tak juga terselesaikan dan malah semakin semrawut bahkan terjadi hampir setiap hari, hingga setiap saat.
Mudahnya masyarakat untuk mendapatkan kendaraan baru membuat kemacetan hingga kini tak bisa ditangani dengan baik. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kendaraan di Jakarta pada tahun 2022 lalu mencapai 26.370.535.
Angka itu mengalami peningkatan sejak tahun sebelumnya, di mana mobil pribadi yang seliweran di Jakarta kini mencapai 3.766.059 dari sebelumnya 3.544.491 atau naik 200 ribu unit lebih. Sementara sepeda motor, kini mencapai 17.304.447 dari sebelumnya 16.711.638 atau hampir 1 juta unit setiap tahunnya.
Bila kendaraan setiap tahun meningkat, bukan tidak mungkin kemacetan tetap terjadi di Ibu Kota. Seharusnya, pemerintah berkaca dari negara-negara maju yang membatasi kepemilikan kendaraan hingga memberikan pajak tinggi agar mereka tak menggunakan kendaraan pribadi.
Pemprov DKI saat ini malah sibuk mengatur jam kerja hingga pengaturan teknologi pengurai kemacetan. Mereka menilai, hampir sebagian perusahaan yang memiliki jam masuk dan pulang kerja sama, menjadi penyebab kemacetan yang selama ini semakin akut.
Rencana itu pun kini akan dilakukan ujicoba oleh Pemprov DKI bersama Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya. Padahal langkah ini dianggap hanya memindahkan jam macet yang terjadi di Ibu Kota
Kepolisian mengajukan program itu karena mereka mengacu pada Pandemi COVID-19 yang selama dua tahun terjadi di seluruh penjuru dunia. Penerapan work from home (WFH) dinilai menurunkan tingkat kemacetan secara drastis, bahkan sekitar 30 persen. Karena itu, diharapkan kebijakan WFH bisa berjalan bersama pengaturan jam kerja.
Lain lagi dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang kini mulai sibuk dengan menerapkan teknologi kecerdasaan buatan atau artificial intelligence (AI). Namun untuk menjalankan program dengan memasang alat di 40 titik di Jakarta, Pemprov DKI harus menggelontorkan anggaran hingga Rp130 miliar.
Teknologi itu dinilai Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo bisa mengurai kemacetan yang selama ini terjadi. Dengan mengeluarkan uang yang cukup banyak itu, ia mengklaim kemacetan bisa menurun dan ditargetkan turun hingga 50 persen.