Hal yang turut diperhatikan kemudian yakni soal langkah pemerintah yang bukannya meningkatkan kapasitas transportasi publik, tetapi justru mendorong agar tingkat penjualan kendaraan semakin tinggi dari tahun ke tahun.
Fakta ini setidaknya sudah terlihat dari tahun 2020 hingga 2022, di mana Pemerintah kemudian memberikan diskon pajak bagi kendataan Low Cost Green Car (LCGC) yang sebenarnya tetap saja menggunakan bahan bakar fosil.
"Kenapa jumlah kendaraan tidak ditekan, malah didorong dengan insentif dan lain-lain. Walau mobil listrik misalnya, tetap saja hanya akan menggeser persoalan karena pembangkit kita masih menggunakan diesel dan batu bara. Dan itu jadi salah satu penyumbang polusi besar di Jakarta," katanya.
Data di tahun 2021 yang dikantonginya menyebut, saat ini penyumbang emisi terbesar datang dari sektor transportasi dengan kontribusi 46 persen. Di posisi kedua ada pembangkit listrik dengan capaian 31 persen.
Belum lagi ditambah sumbangan dari sektor industri sekira 8 persen, dan rumah tangga.
"Jadi dari dua transportasi dan pembangkit listrik saja sudah menyumbang 77 persen. Saya khawatir angka kualitas udara Jakarta ini baru mulai, dan perlu penanganan segera," katanya.