“Episode Mahabharata yang paling saya suka adalah saat Bisma terbaring di atas panah-panah, sungguh sangat menyentuh, kita perlu belajar dari Bisma tentang kecintaannya pada Tanah Air yang begitu sangat besar, “ imbuhnya penuh haru.
Akhmad Sekhu menyampaikan saat sekolah SMP minatnya pada dunia kepenulisan semakin berkobar. Ia rajin mengirimkan puisi-puisinya ke acara Taman Puisi di Radio RSPD Kodya Tegal yang diasuh Mameth Suwargo.
“Di sekolah SMP N 2 Kramat, alhamdulillah nilai pelajaran mengarang saya bagus sekali sehingga menjadi anak emas Bu Guru Bahasa Indonesia Titi Budi Nurani, “ ungkapnya bangga.
Kemudian, menginjak masa remaja, lanjut Akhmad Sekhu, saat SMA Pancasakti Tegal, puisinya berjudul ‘Sajak untuk Sebentuk Cinta’ dimuat di rubrik puisi Majalah Ceria Remaja yang diasuh oleh ‘Presiden Penyair’ Sutardji Calzoum Bachri.
“Yang menyerahkan wesel honor puisi adalah Bapak Kepala Sekolah, yang memuji saya selangit karena katanya telah mengharumkan nama sekolah, tapi Bapak Kepala Sekolah juga mengkritik saya karena sekali membolos sekolah,“ kenangnya terbahak.
Saat kuliah di Yogyakarta, tepatnya di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Akhmad Sekhu bersama teman-teman sekampus mendirikan Kelompok Sastra Mangkubumen (KSM) dan bersama sastrawan-sastrawan muda seperjuangan di luar kampus mendirikan Hismi (Himpunan Sastrawan Muda Indonesia) yang pada awal mendirikan cukup menggegerkan dunia sastra Yogyakarta karena akan turut nimbrung sebuah majalah yang sangat bersejarah, sehingga dianggapnya akan ‘kudeta’ terhadap eksistensi seorang sastrawan senior.
“Tapi setelah itu, Hismi dipercaya menjadi bagian dari Panitia Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) dengan menerbitkan sebuah buku sastra berisi puisi dan cerpen, “ uraiannya.
Akhmad Sekhu merasa beruntung karena berkat puisi ia dapat bertemu langsung dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X.
“Saya menerbitkan buku ‘Cakrawala Menjelang’ yang mendapat sambutan khusus Sri Sultan Hamengku Buwono X, sungguh sebuah kehormatan bagi saya pribadi dapat bertemu langsung dan bicara empat mata dengan beliau, “ ujarnya dengan wajah berbinar-binar.
Setelah lulus kuliah, Akhmad Sekhu langsung merantau ke Jakarta dan bergaul dengan banyak seniman di Taman Ismail Marzuki (TIM). Ada moment yang baginya sangat berharga karena ia bersama para seniman TIM diundang khusus ke rumah sastrawan legendaris, Pramoedya Ananta Toer. Kesempatan yang sangat langka dapat bertemu langsung dan menginap di rumah sastarawan kebanggaan Indonesia, yang dulu berulang kali dinominasikan Nobel Sastra, sebuah penghargaan sastra paling prestisius di dunia.
“Bercakap-cakap dengan Bung Pram yang nada bicaranya begitu sangat bersemangat, kita dimotivasi untuk tetap semangat berkarya, “ ungkapnya penuh semangat.
Ada sebuah quote dari Pramoedya Ananta Toer yang paling diingat Akhmad Sekhu yang membuatnya tetap semangat berkarya, yang berbunyi begini: