Pandai membaca keadaan sehingga mengetahui waktu yang tepat kapan harus berbicara dan kapan harus diam, menjadi salah satu ciri orang bijak. Tidak tergiur menilai orang lain meskipun tidak sesuai dengan pendapatnya. Lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dalam mengambil keputusan.
Orang yang bijaksana lazimnya tidak egois, menghargai dan menjaga perasaan orang lain, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Jelang pemilu serentak, kian dibutuhkan politisi bijak. Bijak dalam memberi pernyataan dan merespons pernyataan demi kesejukan situasi. Bukan sebaliknya dengan sikap dan perilaku yang memanaskan situasi.
Kita tahu, banyak manfaat yang didapat bagi orang bijak, di antaranya; lingkungan akan lebih damai dan sejahtera karena terdapat keseimbangan antara hak dan tanggung jawab. Mempercepat keadilan sosial sebagaimana cita - cita negeri ini didirikan, karena seperti disebutkan tadi,ciri orang bijak lebih mendahulukan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi dan kelompoknya dalam mengambil keputusan.
Itulah sebabnya orang bijak semakin mendapat simpati, lebih dihargai, dihormati dan dipercaya publik. Ini, dapat mengerek elektabilitasnya, jika tampil sebagai kandidat pemimpin bangsa ke depan.
Yang tidak kalah pentingnya, tidak menyikapi secara berlebihan segala pujian yang datang dari kawan politiknya maupun kritikan dari lawan politiknya. Tidak terbawa arus ikut mengkritisi hanya karena tak ingin disebut tidak ikut peduli, sementara dirinya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tidak serta merta ikut – ikutan menghujat dan menyalahkan lawan politik hanya karena ingin dianggap masih satu aliran – satu barisan, sementara tidak tahu pasti, apakah orang tersebut salah dan harus dihujat. Mari bijak menyikapi isu politik jelang Pilpres. (Azisoko).