JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Intelektual Muda Nahdlatul Ulama (NU) Syafiq Hasyim ikut berkomentar perihal kasus Lina Mukherjee usai makan babi dengan membaca bismillah.
Menurut Syafiq, negara terlalu jauh ikut campur masuk ke dalam kasus halal dan haram di kasus Lina Mukherjee. Sehingga berbuntut perkara hukum yang menderanya.
Syafiq kemudian mengurai akar masalah mengapa publik di Indonesia hingga instrumen hukum bisa terlalu sensitif terhadap isu halal-haram di kasus Lina Mukherjee.
Kata dia, sebenarnya ada kasus serupa di Malaysia melibatkan pasangan Alvin Tan dan Vivian Lee di 2015 lalu. Pasangan ini memposting makan sop babi di sosial media mereka ketika bulan puasa.
Menjadi masalah, karena pasangan itu mengucapkan selamat berbuka puasa sambil memposting makanan babi dengan kata-kata 'Selamat berbuka puasa dengan Bak Kut Teh yang harum'.
Norma Agama Jadi Pertimbangan Hukum Orang
Bagi sebagian umat Islam, tindakan seperti itu memang dianggap tak bisa ditolerir, karena di dalamnya ada unsur penghinaan, terhadap keyakinan umat Islam.
Sementara bagi Lina Mukherjee dan pasangan Malaysia di atas mereka menganggap bahwa hal itu adalah hal yang biasa saja. Pangkal masalahnya, kata Syafiq, terletak pada semakin kuatnya pengaruh penggunaan public morality dan norma agama sebagai pertimbangan untuk menghukum.
"Dalam catatan, saya ingin merefleksikan bagaimana moralitas publik dan norma keagamaan yang biasanya bersumber dari agama itu sendiri digunakan sebagai sumber atau referensi hukum di ruang publik di Indonesia," katanya disitat Cokro TV, Senin 8 Mei 2023.
Bukan cuma moralitas publik, namun doktrin Islam tentang halal-haram dianggap sudah menjadi undang-undang di Indonesia. Bahkan pada Oktober 2023 mendatang, konon seluruh produk harus melalui proses sertifikasi halal, jika tidak bisa melakukannya maka ada sanksi pidana.
"Mari kita berpikir secara jernih Indonesia dari awal adalah negara berdasarkan pada Pancasila dan undang-undang Dasar 1945. Keberadaan agama sangat jelas sila pertama Undang-undang 1945 juga memiliki pasal tentang agama dan keyakinan, penekanannya memang lebih pada kebebasan beragama."
"Namun sepengetahuan saya, posisi agama di sini bukan spesifik agama kelompok mayoritas saja, namun agama semua kelompok keagamaan di Indonesia," kata dia.