Ahli Forensik Ungkap Dugaan Teddy Minahasa jadi Target Kriminalisasi

Jumat 14 Apr 2023, 18:49 WIB
Irjen Teddy Minahasa dituntut hukuman pidana mati terkait kasus peredaran narkotika jenis sabu. (Pandi)

Irjen Teddy Minahasa dituntut hukuman pidana mati terkait kasus peredaran narkotika jenis sabu. (Pandi)

JAKARTAPOSKOTA.CO.ID - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri menduga terdakwa peredaran narkotika jenis sabu Irjen Teddy Minahasa Putra telah menjadi target kriminalisasi.

Reza melihat ada tiga hal serius yang jadi perhatian dalam kasus narkoba Teddy minahasa selama proses persidangan berlangsung.

Tiga hal tersebut terangkum dalam 3F, fabricated confession, forensic fraud, dan fake crime yang mengarah pada kriminalisasi terhadap Teddy Minahasa.

"Dari satu sesi ke sesi persidangan, TM dan DP berikutnya, saya menangkap 3F yang merupakan persoalan serius," tutur Reza dalam keterangan resmi, Rabu 12 April 2023.

Terkait fabricated confession, Reza memberikan contoh dengan keterangan saksi Linda Pujiastuti alias Anita Cepu (LA) yang nilainya terlalu dibuat-buat.

 

Menurutnya keterangan LA soal bepergian berdua bersama Teddy ke Laut Cina Selatan dan di sepanjang perjalanan mereka dengan gampangnya berbuat tidak senonoh adalah patut dicurigai sebagai sebuah kebohongan.

"Ini jelas kebohongan besar, mengingat tim Bravos Radio berhasil menemukan surat tugas resmi dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian kepada TM dan tim untuk melakukan operasi penegakan hukum terkait narkoba," tegas Reza.

Menurutnya keterangan dari LA tersebut sangat tidak masuk akal mengingat itu adalah operasi yang sangat resmi dengan melibatkan sejumlah personel Polri dengan berbagai pangkat. Maka sangat tidak logis jika dalam operasi tersebut TM dan LA berbuat senonoh.

 

"Bukan perjalanan liar. Dan gila apabila TM melakukan kemaksiatan bersama LA di tengah sorotan sekian banyak orang," tegas Reza.

Keterangan-keterangan tidak logis dari Linda sangat diragukan kebenarannya dan sulit untuk dipercaya. Sebab itulah dirasa sudah tepat langkah dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan LA sebagai justice collaborator (JC).  

"Tinggal lagi pertanyaannya adalah keterangan palsu LA termasuk dalam kategori apa? Pertama, keterangan palsu yang ia berikan secara sukarela (voluntary false confession)? Atau kedua, keterangan palsu yang disampaikan karena adanya tekanan atau pun iming-iming pihak eksternal (coerced false confession)?" urainya.

"Mari bernalar, sebesar apa nyali LA sehingga sanggup merekayasa rangkaian cerita bohong dengan inisiatifnya sendiri?" tanya Reza.

Kemudian, terkait forensic fraud, Reza mengaitkannya dengan barang bukti forensik yang dicurigai telah dimanipulasi, salah satunya bukti percakapan WhatsApp yang tidak utuh disajikan.  

Terkait bukti percakapan, dari 900 percakapan hanya 80 atau 10 persen percakapan yang disodorkan penyidik dan JPU di persidangan. Menurut Reza hal ini membuat data informasi ini menjadi tidak berkualitas sebagai bukti karena tidak utuh.    

"Dari sudut pandang psikologi forensik, data/informasi yang berkualitas harus lengkap (utuh) dan akurat. Dengan bukti chat yang sangat sedikit dan terpenggal-penggal, bagaimana bisa dipastikan bahwa simpulan yang terbangun (bahwa TM mengorkestrasi penyisihan, penggantian, dan penjualan narkoba) akan akurat?," tuturnya lebih lanjut.

Dugaan kriminalisasi terhadap Teddy Minahasa dalam kasus narkoba yang menjeratnya ini menurut analisa Reza juga bisa dilihat dari adanya manipulasi bukti forensik percakapan antara Teddy dan Dody.

Bukti chat ini yang kemudian diklaim Doddy sebagai perintah Teddy agar mengganti sabu dengan tawas sebagai bonus bagi anggota kepolisian.

"Jika chat tersebut hanya berupa teks (kata-kata), maka tanpa tedeng aling-aling saya meyakini bahwa itu mutlak merupakan perintah salah dari orang (TM) yang memiliki niat jahat (criminal intent)," imbuhnya.

Namun yang mematahkan klaim Doddy tersebut adalah adanya emoji wajah tertawa yang dikirim Teddy Minahasa ke Doddy. Namun di persidangan percakapan tersebut tidak utuh disajikan, terkesan dipilih-pilih dan diutak-atik, karena emoji wajah tertawa tersebut dihilangkan.

"Alhasil, begitu emoji dimunculkan sebagaimana chat TM aslinya, penilaian saya serta-merta berubah. Tentu perubahan ini berdasar, yakni sekitar seratus riset tentang komunikasi kriminal yang memuat emoji," bebernya.

Sebelumnya diberitakan, terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu Irjen Teddy Minahasa Putra menyebut ada upaya konspirasi hingga dirinya terseret dalam kasus yang menjeratnya itu.

Hal tersebut diungkapkan Irjen Teddy saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).

"Majelis Hakim Yang Mulia, Masih terkait dengan upaya konspirasi dan rekayasa untuk menyeret nama saya dalam kasus ini," kata Irjen Teddy saat membacakn nota pembelaan.

Jenderal Bintang 2 itu menyebut pada tanggal 24 Oktober 2022, ia dijemput oleh penyidik Polda Metro Jaya dalam rangka pemindahan tempat penahanan. Ia mengaku sempat mendapat bisikan dari Wadir Res Narkoba Polda Metro Jaya.

"Saya dibisikin oleh Wadir Resnarkoba Polda Metro Jaya, pak Dony Alexander 'Mohoh maaf Jenderal, Jenderal seperti orang tua kami sendiri, mohoh maaf kami hanya menjalankan perintah pimpinan, sengaja kami sertakan Pasal 55 KUHP untuk memperingan Jenderal'," ucap Teddy.

Kemudian setelah lokasi penahanan, Irjen Teddy mengatakan dirinya dipindah ke rutan Polda Metro Jaya. Pada tanggal 4 November 2022, ia mengaku dihampiri dua pejabat Polda Metro Jaya.

"Dir dan Wadir Resnarkoba Polda Metro Jaya (Pak Mukti Juarsa dan Pak Dony Alexander) menghampiri kamar sel saya, dan mengatakan 'Mohon izin Jenderal, kami semua tidak percaya Jenderal melakukan ini. Tetapi kami mohon maaf, kami hanya melaksanakan perintah pimpinan saja. Bahkan pak Mukti Juarsa mengatakan “Lillahi Ta’ala”," tuturnya.

"Kemudian Pak Mukti Juarsa juga mengatakan: 'Izin Jenderal sebenarnya ini rahasia, hasil uji laboratorium Jenderal adalah negatif metafetamina. Tadinya kami berharap hasilnya positif agar dapat kami terapkan pasal 127 saja, sehingga Jenderal cukup direhabilitasi saja'," lanjut Teddy.

Lanjut Teddy, ia mengaku sampai saat ini tidak belum mengerti siapa yang dimaksud pimpinan oleh pejabat Polda Metro Jaya itu.

"Namun, saya cukup bisa memaknai bahwa saya “sengaja dijebloskan”, sedemikian rupa direkayasa karena pada diri saya sama sekali tidak ada barang bukti narkotika sabu yang disita oleh penyidik," katanya.

"Saya pun tetap kooperatif. Saya datang baik-baik ke Mabes Polri untuk klarifikasi, malah langsung diperiksa secara non stop sampai pagi hari, meskipun saya sudah mengatakan bahwa saya baru saja pulang dari RS dan dibius total selama 3 (tiga) jam, dan kemudian langsung dijebloskan ke ruang Tahanan/Patsus, serta langsung ditetapkan sebagai tersangka," tambahnya.

Diketahui, mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa dituntut hukuman mati atau pidana mati dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu. Tidak ada hal-hal meringankan terdakwa. (Pandi)

Berita Terkait
News Update