Saat kecelakaan sang adik yakni Syamil dan temannya Bayu langsung dilarikan ke RSUD Pasar Minggu. Hanya saja saat tiba di ruang ICU nyawa adiknya tak tertolong, sementara Bayu koma di RS.
"Almarhum habis ada acara pengajian dikarenakan almarhum Syamil esok harinya ada ujian dan akan kelulusan SMA," katanya.
Dua minggu kasus ini bergulir, Nadya mulai mendapat kejanggalan. Terlebih sampai saat ini si penabrak belum dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian.
Ia menceritakan sehari setelah kejadian ia sama sekali tidak dihubungi oleh pihak kepolisian maupun si penabrak. Justru yang menghubungi malah seseorang yang mengaku saudara si penabrak.
Lalu dirinya menerima surat keterangan polisi dari keluarga Bayu yang isinya menyatakan bahwa Syamil hanya mengalami luka lecet dan dirawat di RS, tidak ada keterangan kalau korban meninggal dunia.
Surat dari kepolisian tersebut hanya sampai ke tangan keluarga Bayu. Surat tersebut tidak sampai ke tangan keluarganya, dalam hal ini keluarga Syamil.
"Lalu adik aku juga yang dinyatakan mengendarai motor padahal bukan. Identitas adik aku tertulis mahasiswa padahal masih SMA. Padahal data diri dompet tas dan lain-lain itu hilang tidak ditemukan," ungkapnya.
Pada saat di RS, Nadya mengatakan bahwa keluarga diinfokan oleh petugas kepolisian yang menangani bahwa Syamil meninggal dunia di tempat dan pelaku si penabrak akan diamankan.
"Surat kematian yang dikeluarkan RS juga tidak tertulis bahwa penyebab kematian karena kecelakaan lalu lintas, melainkan karena penyakit tidak menular," bebernya.
"Kami akhirnya bolak balik minta bantuan ke Polda namun ditolak karena tidak bisa membuat pelaporan ganda katanya. Kami diarahkan ke Polres," tambah Nadya.
Beberapa hari kemudian pihak Polres kemudian mempertemukan Nadya dan keluarga pelaku. Namun saat itu ternyata yang datang malah orang yang mengaku sebagai pengacara penabrak.
"Pertemuan tersebut membahas rencana pertemuan dengan orang tua pelaku, namun sampai saat ini tidak terjadi dan tidak ada kabar," tuturnya.