JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dinilai berlebihan dalam memberi putusan soal perintahkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda Pemilu.
Diketahui, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima dan meminta KPU untuk menunda Pemilu.
Menurut Koordinator Komite Pemilih Indonesia dan Koordinator Komunitas Pemilu Bersih, Jeirry Sumampow, putusan PN Jakpus bahkan seolah melebihi kewenangan pengadilan.
"Saya kira putusan PN Jakarta Pusat ini berlebihan. Bahkan melebihi kewenangan pengadilan," kata dia dalam keterangannya, Kamis (2/3/2023).
Lebih jauh Jeirry menilai, substansi putusan PN Jakarta Pusat bertentangan dengan UUD, khususnya terkait dengan pasal yang mengatur bahwa Pemilu harus 5 tahun sekali dan pasal terkait dengan masa jabatan Presiden yang 5 tahun.
"Sehingga, mestinya tak ada kewenangan PN Jakpus untuk melakukan penundaan Pemilu!" kata dia.
Andaipun jika putusan ini diikuti, maka dinilai bakal mengacaukan tahapan Pemilu. Jeirry pun mengapresiasi langkah banding yang dilakukan KPU atas putusan PN Jaksel.
Dalam kasus ini, kata dia, semestinya apabila KPU dinilai melakukan kesalahan atau pelanggaran, cukup agar hak Partai Prima dalam tahapan verifikasi dipulihkan. Atau KPU bisa diberi sanksi.
"Tidak tepat jika masalahnya ada di tahapan verifikasi, tapi semua tahapan harus ditunda. Bisa repot kita jika banyak putusan seperti ini. Di samping tak ada kepastian hukum, juga bisa jadi ruang politik untuk menciptakan ketidakstabilan demokrasi," katanya.
Diketahui, gugatan perdata ini telah dilayangkan oleh Partai Prima pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang diatur dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibatnya, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak dapat mengikuti verifikasi faktual.