ADVERTISEMENT

Kopi Pagi Harmoko: Memperkokoh kedaulatan (1)

Kamis, 2 Maret 2023 06:16 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Itulah sebabnya, segala sesuatu yang berpotensi memecah belah bangsa, harus dicegah. Setiap aktivitas dan gerakan yang dapat memicu perpecahan dan pembelahan harus diakhiri.

Kita tahu, suhu politik kian menghangat. Saling serang pernyataan di antara para petinggi parpol, mulai terbuka, utamanya menyangkut sikap politik parpolnya dalam mengusung paslon capres – cawapres. Bahkan, sudah mulai masuk kepada figur bakal capres yang diusung.

Sikap politik adalah hak setiap parpol yang hendaknya harus dihormati dan dihargai. Mengkritisi sikap politik parpol lain sah – sah saja dalam negara berdemokrasi, tetapi hendaknya tidak meruncing menjadi sebuah pertentangan hingga dapat memicu pembelahan di akar rumput.

Ini perlu filter dengan lebih memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa. Jiwa nasionalisme wajib ditumbuhkembangkan.

Kita sadar betul, bahwa nasionalisme sebuah bangsa wajib dirawat dan dijaga.
Nasionalisme yang lemah bisa membuat negara goyah, sebaliknya nasionalisme yang kokoh, membuat negara semakin kuat dan selamat.

Bicara nasionalisme tentunya kita sepakat berkiblat kepada empat konsensus bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Ini konsensus negeri yang tidak bisa ditawar - tawar lagi.

Oleh sebab itulah muncul slogan " NKRI adalah harga mati!", seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Kita paham betul bahwa nasionalisme terbentuk karena adanya kesamaan budaya, wilayah, cita - cita dan tujuan. Negara kita merdeka karena adanya kesamaan nasib, cita - cita dan tujuan. 

Ada kesadaran tinggi untuk menciptakan kemakmuran, keadilan sosial dan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Artinya, nasionalisme merujuk kepada keinginan bersama memajukan bangsa, kepentingan bangsa di atas kepentingan individu dan kelompok apa pun.

Hanya saja, edukasi atau pemahaman soal nasionalisme perlu disesuaikan dengan eranya. Bukan pula mengedepankan doktrin, tetapi menyelaraskan dengan karakter bangsanya, generasinya. Menyesuaikan dengan perubahan, mengingat “Jaman iku owah gingsir” – zaman itu selalu berubah, sehingga perlu senantiasa bersiap  mengubah diri dengan situasi, termasuk dalam edukasi soal nasionalisme bangsa.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT