Ini diperlukan sikap saling menghormati, saling menghargai karakter dan identitas masing - masing. Sangat tidak bijak jika kita mengakui adanya keberagaman, tapi masih mempersoalkan perbedaan.
Sangat tidak bijak lagi, jika mengakui perbedaan, tetapi memaksakan pendapatnya yang berbeda agar diakui kebenarannya. Pendapatnya yang paling baik dan benar untuk bangsa dan negara.
Tak kalah pentingnya, masing – masing- masing perlu lebih mengedepankan sikap rela berkorban untuk menyamakan persepsi. Selalu berpikir positif (husnudzon), bukan berpikir negatif ( zuhudzon) untuk menjaga keharmonisan dan keserasian dalam berbangsa dan bernegara. Itulah perilaku luhur yang perlu menjadi jati diri bangsa.
Lebih jauh lagi, perlu dikembangkan sikap humanis (kemanusiaan) sebagaimana terukir jelas dalam butir- butir filosofi bangsa kita. Humanis adalah menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusian, saling menyayangi, menghormati, tenggang rasa dan tidak semena – mena, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Aktualisasi diri melalui sikap perbuatan yang lebih berorientasi kepada lingkungan sekitar. Ada dorongan tanpa pamrih ingin berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, lingkungan sekitarnya. Lebih luas lagi bagi kemajuan bangsa dan negara, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang berkeadilan sosial sebagaimana cita – cita negeri ini didirikan.
Itu cita – cita kita semua, semua komponen bangsa, termasuk partai politik yang memproduksi kekuasaan.
Mari kita kian perkokoh identitas nasional kita yang berjati diri Indonesia sejati. (Azisoko).