JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah secara khusus menyoroti salah satu poin perjanjian Anies Baswedan dan Sandiaga Uno terkait utang yang disebut-sebut digunakan untuk dana kampanye Pilkada 2017 silam.
Salah satu dari tujuh poin perjanjian itu menyatakan bahwa utang senilai Rp92 miliar otomatis dianggap lunas apabila Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berhasil menang sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Menurut Fahri Hamzah, perjanjian utang semacam itu justru merupakan benih dari praktik korupsi.
“Pinjam meminjam uang di belakang layar dengan janji lunas setelah berkuasa adalah bentuk perencanaan korupsi yang sangat kasat mata,” tulis Fahri Hamzah dikutip Poskota dari Twitter pribadinya, Senin (13/2/2023).
Mantan politisi PKS ini menjelaskan, korupsi di Indonesia akan sulit diberantas bila para pejabatnya masih melakukan perjanjian seperti Anies-Sandiaga itu di belakang layar. Dia mengatakan, masyarakat harus kompak menghentikan praktik tersebut.
“Praktek ini harus kita hentikan kalau kita ingin Indonesia bebas dari korupsi,” tutupnya.
Selain Fahri Hamzah, pegiat media sosial Jhon Sitorus juga menyoroti bunyi poin 7 dalam perjanjian Anies dan Sandiaga.
“Poin no. 7 sebenarnya MENGERIKAN. Perjanjian Utang Piutang akan selesai jika Abas -Uno terpilih jadi Gubernur/Wakil Gubernur,” kata Jhon Sitorus seraya memarekan dokumen perjanjian utang piutang tersebut.
Jhon mengatakan, poin perjanjian tersebut jelas menunjukkan bahwa Anies Baswedan dan Sandiaga Uno bekerja keras untuk mengembalikan modal yang mereka keluarkan untuk biaya kampanye kala itu.
Pasalnya, gaji gubernur dan wakil gubernur dianggap mustahil untuk bisa menutup pengeluaran tersebut. Jhon lantas menduga Anies Baswedan dan Sandiaga Uno memakai cara lain untuk mengembalikan modal kampanye mereka.
“Saya makin paham kenapa banyak temuan KELEBIHAN BAYAR dan proyek ASAL-ASALAN selama 5 tahun terakhir. Lalu serapan Anggaran selalu diatas 95%, LUAR BIASA,” tegasnya.(*)