Kusta Dalam Kacamata Hak Asasi Manusia, Seperti Apa?

Senin, 30 Januari 2023 20:00 WIB

Share
Rusman Widodo
Rusman Widodo

Bagaimana penilaian hukum dan hak asasi manusia tentang ini?

Situasi dan kondisi yang menimpa OYPMK dan anggota keluarganya boleh dibilang sebagai bentuk pelanggaran HAM. Yaitu pelanggaran HAM by omission atau pembiaran. Mengapa? Karena seharusnya negara memberikan peindungan dan pemenuhan HAM kepada OYPMK dan anggota keluarganya. Tetapi mereka malah mengabaikan atau tidak menjalankan kewajiban tersebut dengan sungguh-sungguh.

Negara terlihat masih belum sepenuh hati untuk menangani persoalan yang dihadapi OYPMK. Bisa dicek dari sisi anggaran, apakah negara sudah menyediakan anggaran yang memadai untuk menangani kasus yang dihadapi OYPMK. Apakah negara sudah memiliki satuan tugas (satgas) untuk kasus kusta. Apakah negara sudah melakukan kajian terhadap beragam kebijakan negara yang diskriminatif terhadap OYPMK dan anggota keluarganya? Apakah sudah benar-benar memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas untuk menghapus stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK dan anggota keluarganya?

Terkait stigma dan diskriminasi atas orang yang mengalami kusta dan pernah mengalami kusta, kalau dalam penelitian Pak Rusman dulu seperti apa?

Kusta menjadi salah satu isu yang digarap Komnas HAM pada 2012 – 2017. Kami membentuk tim kusta untuk melakukan penyuluhan, penelitian, dan pemantauan terkait kusta.

Kami melakukan penelitian di Sampang Madura. Saat turun ke lapangan, kami menemukan fakta bahwa stigma dan diskriminasi masih menimpa OYPMK. Misalnya, kami pernah mewawancarai salah satu kepala keluarga yang keluarganya menderita kusta. Mereka dijauhi tetangganya, saat berobat ke Puskesmas juga dijauhi pasien yang lain bila diketahui sebagai penyandang kusta.

Kusta di Madura disebut dengan istilah daging jube. Saat kami mewawancarai tokoh pemuda, dia juga merasa takut untuk bergaul dengan penyandang kusta. Tetapi dia tidak melakukan tindak kekerasan dalam bentuk kekerasan fisik, cenderung membiarkan, dan tidak berbuat apa-apa selama penyandang kusta bisa menjaga jarak.

Kiai atau tokoh agama yang kami wawancarai cenderung menjaga jarak dengan penyandang kusta. Bila ada salah satu santrinya terkena kusta maka dia akan mengeluarkan santri tersebut dan memintanya untuk berobat sampai benar-benar sembuh. Intinya masyarakat dan tokoh agama memilih menjaga jarak dari penyandang kusta.

Agar tetap bisa bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat lain maka penyandang kusta memilih untuk menyembunyikan penyakitnya, tidak mengakui bahwa dia menderita kusta. Mengapa? Bagi penyandang kusta bila tidak bisa berinteraksi dengan orang lain maka itu bisa berarti “kiamat” karena dengan kondisi seperti itu mereka tidak bisa berdagang, jual beli, menjual hasil sawah, hasil kebun, atau hasil ternaknya.

Bisa disebutkan contoh dari stigma dan diskriminasi yang mengakibatkan hak asasi mereka banyak dilanggar?

Halaman
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar