"Saya mendukung langkah praperadilan tersebut untuk membuktikan apakah mobil atau motor yang salah," ungkapnya.
Dalam UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), tidak selalu penabrak menjadi tersangka. Harus dilihat sebab-akibat. Seperti melihat posisi kejadian, merunut peristiwa, serta mencari keterangan saksi mata.
Dilihat posisinya antara pelaku atau korban, kalau memang salah korban bisa ditetapkan sebagai tersangka. Lantaran tersangka telah meninggal dunia, perkara ini memang wajib dihentikan atau diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh kepolisian.
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Marcus Priyo Gunarto, masalah tidak dipidananya pengendara mobil adalah masalah lain, karena harus mendasarkan pada kesalahan, yaitu kepatutan pengendara mobil saat kejadian, apakah sudah berhati-hati dalam mengendarai mobil dalam kondisi hujan, jalan licin, keadaan gelap apakah lampu mobil memberi penerangan yang cukup, kecepatan wajar dan fungsi rem berjalan baik.
"Kalau keadaan ini terpenuhi, maka pengendara mobil tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, karena tidak ada unsur kesalahan", ujarnya
Untuk itulah, katanya lebih lanjut, kalau SP3 yang diterbitkan Ditlantas Polda Metro Jaya terhadap pengemudi mobil karena tidak cukup bukti sebetulnya tidak masalah. Tujuan SP3 kan memberikan kepastian hukum.