Pengamat Ekonomi Energi: Mengawal RUU EBT Terkait Pasal Siluman Power Wheeling

Minggu, 22 Januari 2023 13:44 WIB

Share
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi. (ist)
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID –    Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengatakan, melalui daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diserahkan kepada DPR, Pemerintah akhirnya  mencabut power wheeling dari Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan  (RUU EBT). 

"Power wheeling merupakan mekanisme yang membolehkan perusahaan swasta Independent Power Producers (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industry," katanya, Minggu (22/1/2023).

Ia menyebut, penjualan setrum IPP dengan mempergunakan jaringan distribusi dan transmisi milik PLN melalui open source dengan membayar fee yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.

"Penerapan power wheeling berpotensi menambah beban APBN yang merugikan negara. Pasalnya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30%, dan pelanggan non-organik hingga 50%," bebernya. 

Penurunan jumlah pelanggan PLN itu, selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Dampaknya, dapat membengkakan beban APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN sebagai akibat tarif listrik PLN di bawah HPP dan harga keekonomian. 

"Power wheeling juga berpotensi merugikan rakyat sebagai konsumen, dengan penetapan tarif listrik yang diserahkan pada mekanisme pasar. Dengan power wheeling, penetapan tarif listrik ditentukan oleh demand and supply, pada saat demand tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan," ucapnya.

Fahmy menegaskan, power wheeling merupakan liberalisasi kelistrikan yang melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 bahwa: “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. 

"Power wheeling sesungguhnya merupakan pola unbundling yang diatur dalam UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan. Pola unbundling itu sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui keputusan Nomor 111/PUU-XIII/2015 MK memutuskan bahwa unbundling dalam kelistrikan tidak sesuai dengan UUD 1945. Lalu UU itu diganti dengan UU No.30/2009, dengan menghilangkan pasal unbundling," sebutnya.

Berhubung power wheeling berpotensi merugikan negara dan memberatkan rakyat serta melanggar UUD 1945,  UU ketenagalistrikan dan Keputusan MK, penarikan pasal  power wheeling dari RUU EBT merupakan langkah yang sangat tepat. 

"Selanjutnya, semua pihak harus ikut mengawal proses pembahasan RUU EBT agar sesuai dengan DIM, sehingga tidak ada lagi penyelundupan pasal siluman serupa dengan power wheeling yang tidak sesuai dengan DIM," katanya.  (rizal)

Reporter: Rizal Siregar
Editor: Tri Haryanti
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar