JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Tokoh yang juga Sekretaris Majelis Syuro Persaudaraan Alumni 212 atau PA 212, Slamet Maarif, menegaskan masyarakat tak boleh mengkritik pemerintah dengan cara menyerang kehormatan jabatannya. Hal ini, menurut dia, meliputi kehormatan siapapun, termasuk Presiden Joko Widodo.
Ucapan Slamet ini merupakan respons terhadap pernyataan Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi yang melarang penceramah menyerang martabat presiden.
"Setuju (larang menyerang kehormatan) kalau yang diserang kehormatan pejabat negara seperti kepala negara," kata Slamet kepada wartawan, Jumat (20/01/2023).
Meski begitu, ia berpendapat jika penceramah mengomentari kebijakan pemerintah dalam rangka kritik yang konstruktif, hal itu tak perlu dipermasalahkan. Yang menjadi persoalan adalah ketika para dai melontarkan kritik yang destruktif, apalagi sampai menghina presiden.
Slamet meminta jika ada yang mengkritik kebijakan pemerintah secara konstruktif, hal itu harus diterima sebagai bentuk aspirasi masyarakat.
"Tapi kalau penceramah mengkritik kebijakan dan perilaku pejabat negara harus diterima dengan legowo," ujarnya.
"Dan kalau perlu yang memberikan kritik kepada pemerintah diapresiasi juga sebagai bentuk kepedulian rakyat pada negara. Harus bisa dibedakan mana kritik mana hinaan,dan mana menyerang kehormatan," imbuhnya.
Slamet lantas menyinggung perkara ucapan Emha Ainum Najib atau Cak Nun yang menyebut Jokowi seperti Firaun, Luhut seperti Haman, dan Antony Salim seperti Qorun.
Menurut dia, ujaran Cak Nun itu tak usah diperpanjang. Pernyataan itu, kata dia, sebaiknya digunakan sebagai koreksi diri pemerintah.
"Terkait kasus Cak Nun saya pikir semuanya enggak perlu baper ya jadikan saja bahan introspeksi bersama," pungkasnya.(*)