Dalam sistem lama (tertutup), politisi harus benar benar mengabdi kepada partainya, selain memiliki peran panjang dalam perjuangan. Sedangkan, dengan sistem baru ( terbuka seperti sekarang), partai seolah tidak banyak berperan, bagaikan kendaraan (politik).
Dengan sistem ini pun, seseorang dimungkinkan untuk datang ke partai tanpa peran yang lebih dari cukup, dan dapat terpilih karena popularitas dan kemampuan finansial.
Kita menduga, sistem ini masih berlanjut hingga pemilu 2024, karena itu, perlu melakukan berbagai langkah mencegah praktik politik uang yang semakin masif, terjadi hingga di pusat hingga ke desa- desa.
Kita tidak ingin ikatan sosial yang begitu kuat menjadi terbelah hanya karena tegiur politik uang ataupun permainan uang. Lebih – lebih di era perekonomian yang sepenuhnya membaik, uang sangat berarti bagi rakyat kecil, utamanya di pedesaan.
Jangan karena politik uang, kekerabatan renggang. Jangan pula “rumah besar” kita menjadi goyang karena terkena imbas dari gempa politik uang.
Rumah besar kesatuan dan persatuan kita perlu dirawat dan dijaga, dengan mencegah praktis politik uang sejak awal, jauh sebelum kampanye.
Banyak cara bisa dilakukan, di antaranya melalui pendidikan politik anti politik uang di tengah – tengah masyarakat. Dengan membentuk dan memantapkan kelompok – kelompok “Anti Politik Uang” di desa – desa, daerah pemilihan. Bisa dimotori oleh Panwaslu atau relawan anti jual beli suara pemilih.
Tak kalah pentingnya, sanksi hukum yang kuat dan tegas bagi penebar politik uang, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Sanksi bisa diterapkan, mulai dari diskualifikasi, denda, hingga pidana bagi mereka yang benar – benar terbukti menyuap warga untuk memilih dirinya.
Semestinya pelaku politik uang, perorangan atau parpol didiskualifikasi dan hanya dibolehkan ikut pemilihan umum berikutnya. Jika tidak pernah diberi sanksi, meski sudah terbukti adanya pelanggaran, tak ubahnya pembiaran. Ini ironi sekaligus paradoks politik Indonesia.
Ingat!, demokrasi tanpa hukum bisa liar dan dimungkinkan menimbulkan anarki. Itulah sebabnya, proses demokrasi perlu dikawal oleh hukum agar kedaulatan rakyat dapat berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga kedaulatan rakyat tetap terjaga dan terhindarkan dari kemungkinan timbulnya kekacauan dan gesekan antarkelompok, akibat adanya kecurangan dan pelanggaran, termasuk di dalamnya praktik politik uang. (Azisoko).