RUSIA, POSKOTA.CO.ID - Rusia menyatakan menolak ‘formula perdamaian’ yang ditawarkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai dasar negosiasi.
Rusia juga meyakini bahwa Ukraina belum siap untuk pembicaraan damai yang sebenarnya. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan kepada kantor berita RIA yang dikelola pemerintah.
Dilansir dari Al Jazeera pada Kamis (29/12/2022) Lavrov juga mengatakan harapan Kyiv untuk mengusir Rusia dari Ukraina timur dan Krimea dengan bantuan Barat adalah "ilusi".
Komentar diplomat veteran Rusia tersebut mewakili bukti terbaru dari jurang pemisah antara Moskow dan Kiev, serta seberapa jauh kedua pemerintah dari peluang pembicaraan yang untuk mengakhiri perang, yang sekarang di bulan kesebelas.
Beberapa jam setelah Lavrov menolak proposal Zelensky, pejabat Ukraina mengatakan negara itu diserang rudal Rusia, dengan ledakan di kota-kota besar, termasuk ibu kota Kiev dan Kharkiv.
Zelensky dengan penuh semangat mendorong rencana perdamaian 10 poin dengan membayangkan Rusia menghormatinya dan memulihkan integritas teritorial Ukraina dan menarik semua pasukannya.
Tetapi Moskow bersikeras Kiev pertama-tama harus menerima aneksasi Rusia atas Luhansk dan Donetsk di timur, dan Kherson dan Zaporizhia di selatan.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan tidak akan ada rencana perdamaian jika tidak memperhitungkan realitas mengnai wilayah Rusia, dengan masuknya empat wilayah ke Ukraina.
Pada hari Kamis (29/12), Lavrov mengatakan Rusia akan terus membangun kekuatan tempur dan kemampuan teknologinya di Ukraina. Dia juga menekankan bahwa pasukan yang dimobilisasi telah menjalani ‘pelatihan serius’ dan sementara banyak yang sekarang berada di lapangan, mayoritas belum berada di garis depan.
Lavrov juga mengatakan militer negaranya sedang mengerjakan rencana baru untuk menghentikan pasokan senjata dan amunisi yang dikirim dari luar negeri untuk pasukan Ukraina.
Pernyataan menteri luar negeri Rusia tampaknya bertentangan dengan komentar Presiden Vladimir Putin baru-baru ini yang menunjukkan kesediaan untuk kembali ke diplomasi. Sementara Amerika Serikat dan Ukraina menjuluki pernyataan Putin sebagai ‘tidak tulus’.
Ukraina, di sisi lain, telah mengupayakan konferensi tingkat tinggi (KTT) perdamaian yang dipimpin oleh PBB pada Februari.
Selama dua bulan terakhir, Zelensky telah mendesak para pemimpin kelompok G20 dan G7 untuk mendukung idenya untuk KTT, yang menurutnya akan fokus pada rencana perdamaiannya.
"Secara keseluruhan atau beberapa poin tertentu secara khusus,” kata Zelensky.
Pada hari Senin (18/12), Zelensky berbicara tentang formula perdamaiannya kepada Perdana Menteri India Narendra Modi, yang negaranya akan memimpin G20 tahun depan.
Sementara pemerintah India belum mengomentari rencana Zelensky, Modi mengatakan kepada pemimpin Ukraina itu bahwa New Delhi akan mendukung setiap inisiatif yang bertujuan mengakhiri konflik melalui diplomasi. Zelensky kemudian men-tweet bahwa dia “mengandalkan” dukungan India untuk rencananya.
Zelensky juga membahas rencana tersebut dengan Presiden AS Joe Biden selama kunjungannya ke Washington DC pada bulan Desember.
Pada hari Rabu (28/12), Zelenskyy mengatakan kepada parlemen negaranya untuk tetap bersatu dan memuji Ukraina karena membantu Barat "menemukan dirinya kembali".
“Warna nasional kita saat ini menjadi simbol keberanian internasional dan kegigihan seluruh dunia,” katanya dalam pidato tahunan yang diadakan secara tertutup. (*)