Dalam beberapa hari terakhir ini masyarakat dihebohkan dengan isu akan adanya badai dahsyat pada 28 Desember 22 di Jabodetabek. Tak sedikit warga yang menunda bepergian ke wilayah yang diduga akan terkena badai besar.
“Itu bentuk antisipasi warga untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk. Apalagi info tersebut bersumber dari ahlinya,” kata mas Bro mengawali obrolan warteg usai maksi bersama sohibnya, Yudi dan Heri.
“Apalagi disebutkan badai itu bisa bertahan lebih enam jam. Badai juga dapat mengakibatkan banjir di area Jakarta dan sekitarnya. Wajar kalau warga siap siaga,” tambah Yudi.
“Tapi badai itu katanya nggak ada. Yang ada hujan lebat. Info ini juga bersumber dari ahlinya, BMKG. Kalau soal badai dari peneliti klimatologi dari Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN),” kata Heri.
“Kok bisa sama – sama ahlinya beda rekomendasi? “ ujar Yudi.
“Bisa saja, kan beda sudut pandang. Boleh jadi beda analisa dan istilah saja,” kata mas Bro.
“Iya juga. Tapi membingungkan sampai – sampai wakil rakyat akan meminta penjelasan mengenai duduk persoalannya,” kata Yudi.
“Apa sih bedanya badai dan hujan lebat?” tanya Heri.
“Badai itu angin kencang yang menyertai cuaca buruk, datang tiba – tiba. Badai juga macam – macam, ada badai debu, es dan salju. Sedangkan hujan seperti kita saksikan adalah titik –titik air yang jatuh dari udara karena proses pendinginan,” urai mas Bro.
“Saat hujan lebat, belum tentu disertai badai. Tetapi badai terjadi pada cuaca buruk – ekstrem,” kata Yudi yang dijawab sohibnya “Kira – kira begitu.”
“Meski Rabu kemarin tak ada badai, tetapi kita harus waspada pada cuaca ekstrem hingga awal tahun depan,” kata mas Bro.