SERANG, POSKOTA.CO.ID - Kalangan akademisi menilai 22 tahun Banten menjadi provinsi masih dalam keadaan remang-remang.
Menurut Akademisi Untirta Lia Riesta Dewi, pembangunan mercesuar tidak relevan dengan kemampuan APBD Provinsi Banten. Ada pembangunan tapi kenaikannya tidak relevan dengan APBD Banten.
"Kita masih ada di area remang-remang. Apakah ada pembangunan, ya ada. Tapi kenaikannya tidak relevan dengan APBD Banten," katanya saat refleksi akhir tahun 2022, Rabu (28/12/2022).
Ia menerangkan, angka APBD Banten yang masuk 10 besar secara nasional, tidak berbanding lurus dengan kondisi kemiskiman dan pengangguran.
"APBD Banten masuk 10 besar tertinggi, kalau tidak 6, 7 posisinya. Tapi ironinya kenaikannya tidak signifikan dan berbanding lurus, padahal kita bisa cepat dalam kemajuan daerah," terangnya.
Ia menilai, kondisi Banten yang masih remang-remang salah satunya akibat pengawasan legislator yang kurang kencang.
Dalam persoalan perampingan SOTK misalnya, dirinya mendapatkan banyak draf namun ada yang bertolak belakang dengan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah.
"Kekuatan pengawasannya yang kurang oleh DPRD. Masalah perampingan jadi ribut karena kerangka akademik. Banyak draf beredar saya dapat. Draf perampingan OPD tidak sesuai dengan PP perumpunannya tidak sesuai yang tidak boleh leluar dari PP nomor 18 tahun 2016 yang tidak merubah strukuralisasi perangkat daerah," ungkapnya.
Pihaknya mendorong agar DPRD Banten memaksimalkan perencanaan kebijakan dan pengawasannya dalam penggunaan. Sebab selama ini dirinya menilai legislator sekan hanya menggugurkan kewajiban dalam perencanaan dan pengawasan.
"Kenapa tidak bisa memaksimalkan perencanaan dengan penggunaan. Itu hanya seakan menggugurkan kewajiban," jelasnya. (Bilal)