JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) dinilai sebagai langkah yang serius. Hal ini ditunjukkan dengan tawaran Indonesia terkait peluang investasi di sektor ekonomi hijau atau green economy dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Indonesia dinilai memiliki kesempatan besar untuk memperkuat agenda dunia untuk menggalakkan ekonomi hijau melalui KTT G20 tahun ini. Sebab itu, langkah tepat bagi Presiden Jokowi untuk bisa mendorong kerjasama mewujudkan pembangunan ramah lingkungan (berkelanjutan) melalui transisi energi fosil ke energi terbarukan.
"Tentu kita sangat mendukung kebijakan tersebut, apalagi Presiden Joko Widodo sangat concern terhadap pengembangan EBT," kata Pemerhati Energi Terbarukan, Dewanto Indra Khrisnadi kepada wartawan di Jakarta, Senin (15/11/2022).
Sebagai presidensi G20, Indonesia telah menunjukkan kesiapan mengembangkan EBT nasional. Presiden Jokowi mewujudkan komitmen itu dengan mengeluarkan Perpres No 12 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Lenih jauh Indra Khrisnadi mengatakan, EBT ini boleh dikatakan energi masa depan, karena semua negara sedang mengarah ke sana. Untuk itu, keinginan Presiden Jokowi ini sangat tepat dengan dukungan Sumber Daya Alam (SDM) yang melimpah di Indonesia.
"Pengurangan emisi gas rumah kaca dan kelestarian lingkungan jadi perhatian dunia. Ditambah lagi, persoalan bahan baku EBT ini sangat melimpah di Indonesia," ujarnya lagi.
Forum KTT G20 ini, lanjut Dosen Fakultas Teknik Universitas Pancasila (FTUP), merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk mendorong kerja sama mewujudkan pembangunan berkelanjutan (ramah lingkungan) melalui transisi energi fosil ke energi terbarukan, selain fokus pada masalah krisis ekonomi dan ancaman krisis pangan.
Alumnus Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) menambahkan, beberapa EBT yang potensial dikembangkan antara lain, Biofuel, PLTS, dan lain-lainnya.
Pemerintah juga terus mendorong kapasitas EBT nasional. Targetnya adalah pada tahun 2025, harus sudah tercapai sebesar 23 hingga 25 persen dengan perkiraan investasi sebesar 36,35 miliar dolar AS.
Langkah pengembangan EBT juga disertai dengan langkah tegas lainnya yakni berupaya menghentikan pembangunan PLTU dan menargetkan pengakhiran operasi PLTU yang sudah jalan hingga 2050.
"Produksi CPO yang melimpah dari kelapa sawit bisa menjadi Biofuel. Ini potensial untuk dikembangkan. Begitupun dengan PLTS, saat ini komponennya sudah agak murah, sehingga bisa makin dipercepat untuk dikembangkan ke masyarakat," paparnya.