Lebih lanjut, Irto menjelaskan pihaknya telah melakukan langkah-langkah untuk proses penagihan piutang tersebut namun tidak pernah terbayar. Alhasil, pada 2016, AKT mengajukan penundaan pembayaran utang.
"PT AKT mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan diputuskan homologasi pada April 2016. AKT sepakat membayar utang ke PPN mulai 2019. Namun sampai saat ini tidak pernah dibayarkan," jelasnya.
Bahkan, pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya penagihan hingga terakhir pada Mei 2022. Namun hingga saat ini perkara tersebut belum terselesaikan.
"PPN telah melakukan penagihan realisasi pembayaran utang berkali-kali, bahkan terakhir di Mei dan Juni 2022," ungkap Irto.
"Pada dasarnya PPN patuh pada seluruh keputusan hukum dan sedang terus melakukan upaya untuk mendapatkan pembayaran dari AKT," tambahnya.
kronologis singkat perkara itu pernah dirilis Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Dedi Prasetyo pada Senin (22/8) silam.
Saat itu, Dedi menjelaskan pada periode 2009-2012 PT PPN melakukan perjanjian jual BBM non-tunai dengan PT AKT, yang ditandatangani oleh Direktur Pemasaran PT PPN dan Direktur PT AKT.
Pelaksanaan kontrak tersebut ialah pada 2009-2010, terjadi transaksi jual beli BBM dengan volume 1.500 kiloliter (Kl) per bulan; kemudian pada 2010-2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 Kl per bulan (Addendum I).
Selanjutnya, pada 2011-2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 Kl per pemesanan (Addendum II).
Pada proses pelaksanaan perjanjian PT PPN dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp50 miliar berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi.
Kemudian, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak tanggal 14 Januari 2011 sampai 31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp19,7 miliar dan 4,73 juta dolar AS atau senilai Rp451,66 miliar.
"Tidak adanya jaminan berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM non-tunai, sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," jelas Dedi.