Oleh karena itu, menurut Nyarwi, wacana pemasangan Ganjar Pranowo dan Airlangga Hartarto tidak mempunyai hambatan berat.
Menurutnya, belum ada riset kredibel yang menunjukkan resistensi atau penolakan dari pemilih Islam terhadap kedua sosok tersebut.
"Menurut saya tidak ada kendala. Belum ada data riset juga yang sangat kredibel, yang menunjukkan ada pemilih dari kalangan Islam yang resistensinya tinggi atau mereka berdua mendapat resistensi tinggi dari kalangan pemilih muslim. Termasuk tidak ada misalnya bentuk-bentuk kebijakan yang telah dilakukan keduanya selama berkarir di politik yang bisa menunjukkan kebijakan yang merugikan umat Islam," jelasnya.
Meski demikian, tambah Nyarwi, pencalonan pasangan Ganjar-Airlangga akan menghadapi masalah ketika muncul isu dalam kampanye yang mengarah pada polaritas berbasis agama.
Pemilih muslim menginginkan capres-cawapres yang lebih islami, tidak sekedar Islam.
"Artinya peluang Ganjar, maupun Airlangga untuk diterima di kalangan muslim masih sangat besar. Kecuali nanti dalam masa kampanye misalnya muncul isu-isu yang mengarah kepada polarisasi karena tuntutan figur capres-cawapres yang makin islami. Ini balik lagi ke siapa yang menjadi kompetitor," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto menjelaskan alasan KIB tidak terburu-buru menentukan capres karena tidak ingin membeli kucing dalam karung.
"KIB tidak mau membeli kucing dalam karung. Masalahnya kalau ada kucingnya, alhamdulillah, kalau tidak ada? Itu yang masalah," ujarnya saat pemaparan visi misi KIB, di Kemayoran, Jakarta, Kamis, 20 Oktober.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu juga menilai mendengung-dengungkan usungan capres di tengah ketidakpastian global akan menjadi kontraproduktif.
Dia bilang, yang lebih utama dari itu, justru menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut.
"KIB menghormati Pak Presiden akan ada kerikil di sepatu, kalau terlalu banyak capres yang di-annaounce (diumumkan) sebelum waktunya karena kita sedang menghadapi tantangan ketidakpastian yang tinggi," katanya.
"Bukan waktunya untuk saling berbeda pendapat terhadap hal yang belum waktunya, ini akan menjadi tidak produktif," pungkas Airlangga Hartarto. (wanto)