ADVERTISEMENT

Nuswantara Jaya Kembali (2)  

Kamis, 20 Oktober 2022 06:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“Bangsa akan besar atau menjadi besar, jika memiliki karakter kuat yang bersumber dari budaya luhur, nilai - nilai yang digali dari budaya masyarakatnya, bukan menjiplak budaya asing,” - Harmoko-
 
Sejak zaman dulu, dunia mengakui dan mengagumi Nuswantara dengan beragam kekayaan yang dimilikinya. Tak hanya kesuburan tanahnya, sumber daya alamnya yang melimpah ruah, juga keunggulan SDM serta adat dan budaya bangsa yang tiada duanya.

Ini potensi negeri yang sering kali membuat iri hingga ingin menguasai, setidaknya banyak negara hendak menjadi mitra kerja sama untuk membangun bangsanya. 

Kekayaan alam yang kita miliki ini sebuah anugerah, akan tumbuh dan berkembang jika tepat mengelolanya. Tapi, bisa hilang, jika menyia - nyiakannya dan salah mengemasnya. Begitu pun dengan adat budaya bangsa dan sumber daya manusia.

 

Disinilah perlunya kesadaran untuk merawat dan menjaganya, serta melestarikannya dengan secara maksimal mengembangkan potensi bangsa dan potensi diri yang pada dasarnya sudah besar dan agung karya Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.

Anugerah illahi ini wajib kita syukuri, sayangnya kadang salah memaknai, hanya dengan menikmati untuk kepuasan diri sendiri hingga habis tak tersisa tinggal ampasnya.

Kita sering menyaksikan bagaimana pengelolaan sumber daya alam tanpa perencanaan matang, hanya memenuhi ambisi politik dan bisnisnya hingga menyisakan kerusakan lingkungan bagi anak – anak, cucu dan cicit kita kelak. Ingat! Anugerah itu amanah yang hendaknya dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat, demi rakyat, bukan untuk kepentingan kerabat pejabat dan konglomerat.

Potensi negeri mestinya dikembangkan untuk membangun kemandirian agar negeri kita tidak memiliki ketergantungan dengan negara lain. Kemandirian pangan, energi dan ekonomi. Ini menjadi sangat penting, lebih –lebih di era sekarang ini, di tengah berbagai ancaman krisis energi, pangan dan ekonomi keuangan.

Kita harus bergerak cepat mengantisipasi keadaan, bukan mengandai –andai apa yang terjadi, sementara, katanya, tidak tahu apa yang bakal terjadi karena awan dunia yang masih gelap.

Menebar horor resesi bukan mengubah keadaan, bukan pula menyelesaikan masalah, boleh jadi akan menambah luas masalah.
Para leluhur kita sudah menerapkan bagaimana mengatasi keadaan dengan memperhatikan tanda - tanda, bahkan bisa memprediksi apa yang terjadi sehngga sejak awal dapat mengantisipasi. Dalam hal bencana alam misalnya, bisa memaknai tanda- tanda alam, sering disebut sebagai mitigasi bencana. Begitu juga mitigasi di bidang politik dan ekonomi.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT